Mengetuk Ampunan di Pintu Kedua
Selamat! Puasa anda sampai di hari kesebelas. Semakin perkencang sabuk pengaman anda dalam beribadah. Begitu kiranya jika kita berada di kendaraan dalam perjalanan panjang. Hari ke sebelas ini adalah persinggahan kita pada kota kedua. Setelah kemarin sepuluh hari pertama kita menempuh rahmat Allah. Saat ini kita sedang berada dalam samudera pengampunan Allah. Maka, begitu pula dengan ujian yang diterima, pun sebanding besarnya. Rasa malas mulai meranggas, rasa ingin rebahan saja semakin menggila, godaan untuk berleha-leha kian merajalela.
Apakah itu perbuatan setan? Jika pada Bulan Ramadhan para setan sedang dibelenggu, maka siapa yang menggoda kita saat ini? Tiada lain adalah nafsu kita sendiri. Janganlah terlalu sering menyalahkan setan dalam hal perbuatan jelek yang kita perbuat. Ingat pesan seorang guru saat memberi nasehat padaku suatu ketika. Nah, terlebih pada momen ini, nafsu akan semakin menggelitik manusia untuk berbuat hal-hal yang membuai saja. Apalagi pada situasi #dirumahsaja seperti ini. Sebisa mungkin tidak selalu menjadikan hal ini sebagai alibi.
Mari kita bercermin pada momen berharga ini. Apakah kita sebagai manusia sudah cukup bersyukur atas melimpahnya anugerah dari Allah. Apakah kita masih ingin terus berkeluh kesah atas segala yang terjadi. Apakah kita masih meminta ini itu banyak sekali. Sedangkan apa yang kita perbuat sama sekali tak sebanding. Sedangkan ibadah yang kita lakukan masih bergelimang riya’ dan ‘ujub. Coba lihat, apa yang sekarang terjadi. Saat Allah memberi secuil musibah ke seluruh manusia, apakah membuat mereka seketika tersadar.
Ada beberapa kisah terjadi di awal waktu maghfiroh ini. Sepatutnya kita mengambil pelajaran penting atas kejadian tersebut. Untuk dicerminkan pada kehidupan kita saat ini. Terutama di masa wabah seperti situasi yang terjadi sekarang. Tanggal 11 Ramadhan pada tahun ke-10 Kenabian merupakan hari penuh duka bagi Rasulullah. Hari tersebut adalah hari wafatnya wanita terbaik yang dimiliki bumi. Wanita tersebut sosok terindah pada zamannya, yaitu Ibunda Khadijah Al-Kubra. Betapa besar cinta Rasulullah kepada sang istri ini menjadikan kedukaan mendalam bagi beliau. Hingga saat Sayyidatina Aisyah mendampingi Rasulullah sempat menyimpan cemburu pada istri pertama suaminya tersebut.
Dengan penuh romantis Rasulullah menjawab kecemburuan istri cerdasnya tersebut dengan kalimat
انى قد رزقت حبها (Inni qod ruziqtu hubbuha) yang artinya : Aku sudah terlanjur dikaruniai cintanya.
Hati siapa yang tak meleleh mendengar kalimat romantis ini. Rasulullah memang sangat mencintai Siti Khadijah sepenuh jiwa dan raga. Dari segelintir orang yang baru pertama kali percaya dan mau mengikuti beliau, Siti Khadijah adalah satu-satunya dari kalangan perempuan. Cinta beliau tidak bertepuk sebelah tangan. Siti Khadijah pun begitu maksimal membaktikan diri dan hidupnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka tentu saja kepergian beliau menjadikan luka yang mendalam bagi Rasulullah. Hingga diberi julukan Amul Huzni, tahun kesedihan.
Lalu apakah kondisi saat ini bisa dikatakan cerminan kejadian berabad silam tersebut. Ada beberapa orang yang menyebutkan musibah ini turun akibat kelalaian dan kecerobohan manusia. Ada pula yang menyalahkan golongan lain atas azab yang dilimpahkan kepada mereka. Bukankah itu semua terlalu berlebihan. Lihatlah, kita ini manusia, hanyalah terbuat dari tanah, berasal dari setetes air mani. Kelak pun akan kembali menjadi bangkai, membusuk dan melebur menjadi tanah. Lalu masih sanggup kita berlagak angkuh di muka bumi, saling menuding dan menjatuhkan. Mari teman dan saudara sekalian, di pintu ampunan Allah ini kita raih ridlo Allah, kita berharap berkah dari kemuliaan Siti Khadijah. Kita bergantung pada syafaat Rasulullah. Bukankah kita hanya butiran debu tanpa itu semua. Astaghfirullahal ‘adzim.
#BERSEMADI_HARIKE-4
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
Komentar
Posting Komentar