Risalah ilaa Ummi



Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Bagaimana kabar Ibu? Apakah Ibu baik-baik saja? Semoga Ibu senantiasa dalam perlindungan, peluk sayang dan cinta kasih Allah, Amiiin…
            Sebelumnya Dina kabarkan keadaan Dina disini juga Alhamdulillah lumayan bahagia, dan cukup baik-baik dalam sehat wal afiat.
            Ibu bulan ini merupakan bulan terindah bagi Dina, Ibu sudah tahu alasannya kan? Karena Ibu pula yang paling berjasa dalam bulan indah ini, yakni 19 tahun yang lalu engkau rela meregang nyawa hanya demi seonggok jiwa mungil yang kini sudah tak lagi kecil ini. Bahkan engkau berkorban mempunyai hutang sampai 30 hari puasa karena usai bersusah payah mengeluarkan diriku dari rahim muliamu, Ibu, aku merindumu.
            Ibu, entah sejak kapan aku mendapatkan pelajaran cara menulis dan membaca kata RINDU di bangku sekolahku, tapi jauh sebelum itu, dalam hati yang terdalam ini telah tertanam sebuah rasa yang mungkin hanya kau dan aku yang sanggup merasakannya, karena aku sadar dan tahu, bahwa arteri dan denyut nadimu hidup kekal dalam detak jantungku dan tetesan darahmu abadi mengarus dalam pembuluhku.
            Ibu, ketika suatu hari itu aku anggap kiamat paling maha dalam sepanjang sejarah hidupku, itu semata karena kepergianmu lantaran ternyata rinduku tak ada apa-apanya dibandingkan rindu-Nya kepadamu bahkan airmata dan belulang rapuh ini tak mampu lagi melukiskan betapa merana kalbu ini. Tetapi terlepas dari segunung kesedihan itu Ibu, jauh dalam lubuk hatiku aku menganngguk memaklumi, bahwa kenyataan getir ini mau tak mau juga harus kuterima dan kuhadapi dengan lapang dada.
            Asalkan engkau tahu Ibu, di hari sakralku yang ke-19 ini aku merindukan kecup sayangmu di bangun tidurku, aku merindukan kejutan mungil di hari penuh makna ini, aku kangen akan nasi kuning terlezat yang tak pernah luntur menjadi favoritku, asli racikan tangan muliamu juga ayam goreng buatanmu yang lezatnya mengalahkan ayam goreng seluruh restoran ternikmat di segala penjuru dunia.
            Ibu, saat kutatap tubuhmu terbujur kaku di hari paling mengerikan itu rasanya ingin kumaki dan kumarahi semua orang, bahkan sempat terbersit untuk mengumpat takdir, atas apa yang telah terjadi padamu, karena aku tak sanggup hidup tanpamu dan semua kasih sayangmu.
            Namun seiring bergulirnya waktu aku semakin faham ibu, bahwa semua ini telah menjadi keputusan-Nya yang tak mungkin kuprotes, selamanya hidupku adalah jiwamu dan nafasku adalah merindumu.
            Ibu, semakin banyak kisah dan tragedi menghampiri hidupku yang masih hijau ini, lalu aku harus dituntut untuk selalu telaten dalam mengupas semuanya satu per satu, terkadang duri-duri tajam serta jurang-jurang curam yang kutemui dalam perjalanannya, tak jarang pula, jerit pilu dan airmata merana yang menemani tiap siang malamku ibu. Namun semuanya aku mulai mengerti ibu, bahwa nantinya akan kutemui cahaya abadi yang akan mengantarkanku untuk bertemu ibu. Ibu, izinkan aku untuk menempuh apapun yang ada, semata-mata untuk merengkuh jalan menujumu, ibu.
            Ibuku yang tak henti kurindu,
            Dahulu, kau telah siapkan beruntai rangkai mimpi indah yang kau kalungkan padaku. Permata hidupmu, lalu kau mulai menata jejak demi langkah dalam alur hidupku, bukan berarti di hari perpisahan sementara kita waktu itu, harus memutus indahnya kalung mimpi itu ibu, yang kupahami saat ini, inilah tugasku, untuk melanjutkan rangkaian mimpi itu, yang menjadi cita-citamu sedari dulu, juga semata untuk menjadikanku orang yang berguna, kini kukatakan dengan tegap dan lantang di hadapanmu ibu, aku mampu dan pasti bisa buktikan impianmu itu, takkan kubiarkan untaian indah kalung mimpimu itu tergeletak terlantar terbengkalai, karena aku akan buktikan dan mewujudkan apa yang ibu inginkan kepadaku. Aku janji ibu.
            Ibu, kelak jika aku tersenyum bahagia, kuharap ibu juga tersenyum dari sana, karena aku mampu merasakan apakah ibu tersenyum ataukah menangis.
            Ibu, aku bukan penyair yang akan menuliskan berbaris-baris syair di hadapan pusaramu, aku juga bukan pujangga yang tiap harinya tergila-gila menganugerahimu jutaan puisi nan indah dan memikat hati. Aku bukan dokter yang dalam hidupnya membaktikan diri untuk manusia demi kesejahteraan mereka, juga bukanlah seorang guru yang begitu berjasa banyak atas proses penyembuhan manusia dari kebodohan. Ibu, aku bukanlah petani yang berjasa atas berlangsungnya kebutuhan pangan manusia juga bukanlah polisi yang dengan tegasnya mengatur dan mengamankan segala sesuatu dalam kehidupan manusia. Ibu, aku bukan presiden yang dengan gagahnya memimpin jutaan orang dalam sebuah negara, juga bukan pedagang yang begitu pandai mengolah modal menjadi untung dengan presentase harganya. Ibu, aku bukan ilmuwan yang pandai meneliti apapun atau membuat penemuan-penemuan canggih, juga bukan hakim yang selalu menjadi penegak keadilan dalam berbagai macam problematika hidup. Ibu, anakmu ini bukanlah seorang arsitek yang dengan akal kreatifnya mencetuskan beragam desain terbaru dalam perancangannya juga bukan seorang seniman yang lihai mengekspresikan segala sesuatu dengan masing-masing ciri khasnya.
            Ibuku sayang, aku hanyalah permata hatimu yang hanya mengisi hidupnya dengan mengingatmu, merindumu, menangisimu dan menyendiri dalam kesunyian tanpamu. Ibu, kaulah satu-satunya makhluk yang tak pernah sedikitpun berusaha kabur dan kuusir dari otak, hati, benak, kalbu, bahkan alam bawah sadarku. Kau tak pernah hilang dari nafasku.
            Ibu, jika kelak aku benar-benar dewasa akankah aku menjadi sosok seperti ibu, ataukah masih cengeng dengan segala kekanak-kanakanku. Aku tak mau bu, aku tak mau lagi menjadi seorang anak yang menjadi beban fikiranmu, aku ingin menjadi sosok manusia sempurna yang mampu berdiri sendiri dalam langkah tegap cita-citaku, bertahan dalam jalur lurus hidupku dan satu yang paling penting ibu, tolong jangan kau ambil rinduku yang makin meranggas ini, sungguh ialah sumber utama hidupku, tumpuan semangatku juga alasan utama mengapa sampai detik ini ragaku masih bertahan menopang jiwaku.
            Ibu, dalam renungku terngiang pesanmu yang begitu indah dan mulia saat kau katakan padaku bahwa kau ingin melihatku tumbuh besar dan menjadi permata hatimu yang istimewa, kau juga ingin melihatku selalu tersenyum dan tegar menempuh kehidupan ini bahkan yang selalu kuingat ibu, kau yakinkan pada diriku, bahwa aku mampu menjadi yang lebih baik daripadamu, dan engkau sangat percaya hal itu, lalu kini aku berfikir sangat keras, sosokmu ibu, sumpah rak ada idola yang sangat pantas dan patut kuacungi jempol selain engkau lepas karena aku permata hatimu sendiri, tapi aku sangat bersyukur telah lahir dari rahimmu yang sangat mulia, menjadi benihmu itu merupakan anugerah paling istimewa dalam jajaran keberuntungan hidupku.
            Lalu kau yakin bahwa aku mampu lebih baik daripadamu, kini pertanyaanku, “apakah aku sanggup ibu?” tapi hal kuno ini segera kubuang sangat jauh. Kini tak perlu ku bertanya apalagi meragu lagi, karena ibu adalah manusia terhebatku.
            Ibuku, pelita hidupku, mungkin hanya memandang fotomu saja sudah membuatku tersenyum, saat mendengarmu bertutur dan bernasehat, seakan seluruh belulangku rontok dan aku bertekuk lutut di hadapanmu.
            Ibu, dengan ku menuliskan sekian kesah, kukeluhkan padamu ibu, semua ini semata rinduku padamu tak ada apanya dibanding cinta kasihmu juga rindumu pastinya telah meluluhkan segenap jiwa ragaku. Maka dari itu ibu, cukuplah rinduku ini kusimpan dan aku berjanji untuk senantiasa memupuknya semakin rutin karena sungguh rindu bagiku aktifitas yang paling sendu dan sekali lagi kukatakan padamu ibu, “aku sangat merindukanmu, ibu”
            Ibu, kau manusia paling sempurna dalam degup jantungku berdetak, kau wanita paling istimewa dalam denyut aliran nadiku, kau makhluk paling indah dalam rongga nafas hembusku.
            Ibu, mungkin sekian rindu yang mampu kuurai padamu, karena sungguh rindu itu hanya ada dalam hati, maka untuk mengungkapkannya itu membuatku tersiksa. Oleh karena itu segera kucukupkan risalah ini, biarlah dilanjutkan oleh jantung, denyut nadi dan hembus nafasku. Ibu, aku sangat merindukanmu.
            (Catatan di pertengahan bulan lahirku)

Komentar

  1. tetep berjoang, semoga rindumu tersampaikan kelak, karena Allah mendengar apa yang adukan. trust it :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer