Mendapatkan Hadiah Kehilangan

Siapa di antara kita pernah merasa kehilangan. Apa yang kita rasakan? Sedih, kecewa, terpuruk, berkabung, sepi, hilang arah, hampa. Dan sekian rasa lainnya datang sebagai ekspresi kehilangan terdalam kita. Pernahkah kita merasa senang atau bahagia saat kehilangan? Tentu ini tidak wajar. Meski begitu, kita tidak salah merasakan hal itu. Ketika kita terlalu larut dalam kesedihan, hingga melebihi batas kewajaran, maka sesungguhnya kita sudah dibutakan pada kepemilikan tersebut.

Segala yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah fana. Itulah mengapa setiap kita mendengar berita duka, kalimat pembukanya adalah ‘Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’uun’. Artinya adalah sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan hanya kepada Allah kita kembali. Kalimat ini berasal dari firman Allah di dalam Al-Qur’an. Kita mengucapkan kalimat tersebut sekaligus mengingatkan pada diri sendiri dan orang yang kita kunjungi.

Pernahkah kita memikirkan apa makna kehilangan. Kehilangan adalah satu situasi yang sangat sulit dilalui bagi setiap manusia. Terkadang kita mendapatkan takdir merasa kehilangan orang terdekat, orang yang kita cintai, orang yang menyayangi kita. Apa sebetulnya makna di balik itu, pada waktu kabar duka itu pertama kali datang, memang rasanya sangat gelap. Hidup terasa hampa, seperti tak bisa merasakan apapun. Hingga berekspresi pun masih tak tahu harus bagaimana.

Dua bulan lalu, saat aku berkesempatan mengunjungi keraton dan mewawancarai senior abdi dalem. Aku bertemu dengan seorang abdi dalem bernama Kanjeng Yoes. Beliau menuturkan tentang filosofi menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan. Di antaranya nasehat dari filosofi hidup yang beliau sampaikan adalah di dalam hidup terdapat dua sisi yang seimbang. Bagaikan koin yang memiliki dua sisi, begitu pula dalam hidup. Ada kalanya kita mendapatkan kebahagiaan, terkadang pula kita mendapatkan kesedihan. Kadang kala kita merasa senang di atas langit, kadang juga terpuruk bagaikan tertimbun bumi.

Pada penerapannya di kehidupan adalah, jika kita mendapatkan kebahagiaan, itu bagaikan mendapatkan cahaya atau sinar terang benderang. Maka cara menyikapinya dengan tidak langsung melahapnya mentah-mentah. Melainkan terlebih dulu memejamkan mata barang sejenak. Kemudian baru dibuka lagi kedua matanya dan melihat sekeliling dengan seksama. Karena jika kita langsung melihatnya seketika maka hanya silau yang kita dapatkan dan gelap yang dirasakan. Begitu pula jika kita menerima kebahagiaan dan langsung dengan bulat-bulat menelannya. Tidak lebih dulu merenungi apakah sebenarnya anugerah tersebut.

Pada kenyataan sebaliknya pun begitu. Jika kita menemui atau masuk pada area yang gelap maka jangan langsung dilanjutkan aja langkah kaki kita. Karena nantinya kita hanya akan terantuk-antuk, tersandung, tidak bisa menemukan jalan dan tahu apa yang sebenarnya ada di hadapan kita. Begitulah jika kita mendapatkan sebuah ujian. Maka janganlah langsung terpuruk, sedih dan merana. Seharusnya kita sempatkan untuk menarik napas, mengambil waktu sejenak, kemudian memejamkan mata dalam beberapa saat. Sehingga kita kembali membuka mata, kita dapat melihat dengan jelas apa saja sebenarnya yang ada di hadapan kita.

Dalam memandang apapun yang datang di hidup kita, intinya janganlah terburu-buru. Kita tak tahu, sebenarnya banyak hadiah yang disiapkan di balik itu semua. Pun salah satunya dengan kehilangan. Ketika kita mengalami kehilangan, maka sebenarnya kita mendapat sebuah hadiah baru. Kehilangan satu orang yang kita cintai, berarti mendapat hadiah satu kesabaran. Begitu berlaku seterusnya. Semakin banyak kehilangan maka semakin banyak kita mendapatkan hadiah. Tinggal bagaimana kita mampu menemukan hadiah itu. Apakah bisa dengan cepat atau butuh banyak petunjuk lainnya lagi.

Semoga kita senantiasa mampu mengambil hadiah dari apa yang disuguhkan Allah kepada kita. Aamiiin.

#BERSEMADI_HARIKE-7
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya

Komentar

Postingan Populer