Etika Belajar #dirumahaja
Di dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seluruh umat muslim laki-laki maupun perempuan. Terdapat pula maqolah lain menyatakan bahwa menuntut ilmu wajib bagi manusia sejak dari buaian ibu hingga ke liang lahat. Bahkan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah, Allah menjanjikan akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Perintah dan anjuran ini membuktikan secara nyata bahwa pentingnya belajar memang tidak terbatas waktu, tempat dan bahkan jenis kelamin.
Belajar memang pekerjaan seumur hidup bagi manusia yang berakal. Belajar bukan berarti selalu di bangku sekolah, terbatasi dinding sekolah, dan berhadapan langsung dengan guru dengan papan tulis. Di hari pendidikan ini, saya akan sedikit menceritakan tentang suka-duka belajar sejauh yang saya alami dan amati. Menjadi seorang pelajar adalah sebaik-baiknya kondisi bagi saya. Karena ketika proses belajar tidak ada kata salah, tidak ada kata dilarang, dan tidak ada kata berhenti. Apapun boleh kita pelajari, eksplor seluas mungkin, dan habiskan masa hidup kita dalam lautan dunia keingintahuan.
Ilmu adalah benda abstrak yang tidak bisa disentuh fisik, tidak bisa disimpan terlalu dalam, dan tidak bisa dipaksa kita telan bulat-bulat. Ilmu dan kepala kita bukankah dua hal yang bisa langsung bertemu. Di antara keduanya dibutuhkan jembatan. Penghubung ini bisa berbentuk banyak hal. Bisa melalui penjelasan guru, bisa melalui buku atau informasi yang tersaji di media, bisa juga dari pengamatan pada kejadian di dunia nyata. Adapun yang lebih nyata kita pahami bersama adalah seorang guru. Hingga dalam kitab Ta’lim juga disebutkan betapa mulianya peran seorang guru.
Begitu kuat dan tingginya kedudukan seorang guru, hingga lebih diutamakan di atas orang tua. Sayyidina Ali Bin Abu Tholib bahkan telah bertitah bahwa “Aku adalah budak bagi orang yang mengajariku satu huruf”. Bukankah ini merupakan bentuk penghormatan yang sangat tinggi. Dalam masa PSBB seperti ini semua menjadi terbatasi. Tak terkecuali dalam sektor pendidikan. Jika umumnya kegiatan belajar mengajar dilakukan secara formal dengan tatap muka di ruang kelas, maka hadirnya wabah Covid pun turut menghambat proses ini.
Selain wajib menghormati karena guru adalah penghubung antara ilmu dan otak kita, sebagai murid kita juga memperhatikan etika dalam berinteraksi dengan beliau. Jika dalam ruang kelas ada beberapa upaya sebagai bentuk kedudukan seorang guru dari posisi meja dan kursi. Lalu bagaimana jika dalam situasi pandemi seperti ini? Tenang saja, selalu ada solusi dalam belajar. Di era 4.0 ini, tentu kita tidak bisa beralasan tidak bisa bertemu dengan guru. Beraneka macam media online tersedia untuk memfasilitasi proses kegiatan belajar mengajar.
Namun, yang masih perlu diperhatikan adalah etika dan tata cara belajar ketika di rumah saja. Menuntut ilmu tetaplah menuntut ilmu. Belajar tetaplah belajar. Harus sesuai aturan, etika dan tata krama yang telah dianjurkan. Mulai dari menghormati guru, buku atau kitab yang sedang kita pelajari, hingga sikap dan apa saja yang harus kita lakukan sebelum dan ketika belajar berlangsung. Menghormati guru secara online dapat dibuktikan dengan tidak menghubungi guru di waktu-waktu sekiranya beliau istirahat, menggunakan bahasa yang sopan ketika berkirim pesan dan menyiapkan posisi diri siap dan sopan rapi ketika melakukan panggilan video pada beliau.
Selain itu dalam proses belajar online juga perlu diperhatikan tata krama pada situasi dan tempat belajar. Meski di rumah saja, setidaknya carilah sebuah tempat di rumah yang benar-benar kondusif digunakan untuk belajar. Carilah posisi yang tepat, letakkan buku atau kitab di posisi yang lebih tinggi dari kaki, usahakan menghadap kiblat dan dalam keadaan sudah berwudhu. Jangan lupa berdoa baik sebelum dan sesudah belajar. Semoga dengan tetap menjaga etika dan tata cara yang baik ketika belajar membuat ilmu yang kita dapatkan tetap barokah dan manfaat. Aaamiin Yaa Robbal ‘aalamiin.
#BERSEMADI_HARIKE-2
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
Komentar
Posting Komentar