Setiap orang akan tiba saatnya untuk Pulang
Pulang mungkin tujuan bagi sebagian orang, mungkin juga alibi bagi
sebagian yang lain. Dalam setiap perjalanan, pasti ada akhirnya. Setiap awal
mula akan selalu berujung. Begitu juga dengan hidup, pada nantinya akan tiba
waktunya untuk berpulang, kematian. Membaca Pulang karya Leila S. Chudori
bagiku sangatlah menguras tenaga. Tenaga dalam berpikir dan mengahafal runtutan
sejarahnya dan tenaga dalam mengendalikan naik turun gejolak emosi. Cerita yang
indah memang yang mampu mengajak pembacanya tenggelam menikmati seluruh isi
ceritanya. Dengan ini pembaca seakan hidup dalam kisah dan konflik yang begitu
tajam dan menukik. Setiap detail dari kejadian yang terjadi pun tersuguhkan
dengan rapi dan sempurna.
Leila seakan benar-benar melepas secara liar imajinasinya untuk
dipersilakan masuk menyusup ke otak dan hati pembaca. Bahasa yang dipakai pun
begitu lugas dan nyata. Begitu dekat dengan kisah nyata para eks tapol yang
dikisahkan. Bisa dikatakan novel ini bukanlah novel fiksi seutuhnya, namun juga
mengandung makna sejarah yang cukup berat. Terbukti dengan kisah-kisah yang
setting waktunya benar-benar sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Membaca Pulang
sebagaimana menyaksikan diorama sejarah tahun 65 sampai 98, runtutan kejadian,
para pelaku, para korban disajikan begitu nyata.
Bumbu politik yang begitu kental dipadu dengan pemanis romance
membuat kisah Pulang tersaji dengan apik tanpa ada pihak yang merasa
tersinggung. Kecuali jika memang ada beberapa orang yang memang tersentuh
kehidupan pribadinya. Menjadi seorang Dimas Suryo dengan kompleksitas sifat dan
karakter memang cukup berat, namun juga unik. Awalnya saya sebagai pembaca
sempat ingin protes, kenapa seorang tokoh utama selalu diciptakan sempurna,
namun ternyata setelah memasuki kisah lebih lanjut saya mulai bisa memahami
seperti apa karakter Dimas sesungguhnya. Ternyata memang tidak sesempurna di
dunia dongeng. Dimas benar-benar potret rakyat Indonesia yang berkonflik dengan
tanah airnya sendiri. meski dengan kelengkapan karakter yang tersirat cukup
sempurna.
Pergolakan batin yang lebih sering dimunculkan oleh Leila semakin
menghidupkan makna dari kata Pulang itu sendiri. setting Paris dan Indonesia
yang dipadukan dengan cukup berimbang membuat para pembaca mampu menyelami
dengan khidmat seperti apa pergolakan yang sesungguhnya terjadi di tahun itu.
Riset dan penyelaman Leila dalam menyusun novel ini bukan main, tak diragukan
lagi jika memenangkan Khatulistiwa Literary Award tahun 2013. Harapan besar
saya para pengamat sejarah berkenan membaca novel ini, sekadar memahami bahwa
seperih apapun perang yang terjadi pada sebuah negara atau bangsa, maka tak ada
yang lebih dikorbankan selain rakyat.
Di dalam novel ini, tumbuh rasa nasionalisme yang begitu lugu,
dingin namun juga penuh duri. Bukankah setiap cinta butuh tempat berlindung?
Dan bukankah setiap rindu punya tempat berpulang? Begitulah yang dirasakan
Dimas Suryo selama tiga puluh tiga tahun pengelanaannya. Berawal dari pelarian,
berkedok perjalanan panjang sebagai utusan, kemudian penahanan sebagai pengusiran.
Begitu pahit dan mencekam malam-malam dingin Dimas di negeri penggila fashion
itu menahan rindu dan keinginan pulang. Semakin lama semakin ditumpuk, semakin
tajam duri-duri kecemasan dan kegamangan hidup mencekam.
Belum lagi pergolakan kisah asmaranya sejak muda semakin
menunjukkan kegamangan dirinya pada sebuah pilihan. Lintang Utara, putri
tunggal Dimas hadir sebagai jembatan rindu dengan pembentukan karakter yang
begitu persis dengan sang ayah, tanpa membuang tampang dan sekelumit pendirian
dari ibunya. Pada akhirnya, setiap perjalanan membutuhkan teman. Dan tidak
semua teman selalu mengantar kita pada akhir perjalanan yang sesungguhnya.
Pengelanaan Lintang seakan menggambarkan bagaimana kehidupan muda sang ayah,
meski begitu sikap dan karakternya sebagai perempuan muda yang sudah dibekali
berbagai macam doktrin dari sang ayah membuatnya telah cukup siap menghadapi
semua kenyataan, baik di negeri ia lahir maupun di negeri ayahnya lahir.
Mengikuti kehidupan seorang Dimas Suryo pada kisah Pulang ini membuat
saya mengerti, bahwasanya tidak semua yang kita hadapi ini bisa ditelan
mentah-mentah. Dan berhati-hatilah dalam mengambil langkah, karena sesungguhnya
di dalam hidup itu banyak sekali pilihan. Kita sebagai manusia yang tidak bisa
lepas dari berinteraksi dengan manusia lain tentu harus bisa mempertimbangkan
apa yang akan terjadi pada orang-orang di sekeliling kita, pada orang-orang
yang kita sayangi, dan juga pada orang yang kita tanggung kebahagiaannya.
Pada akhirnya semua hati akan berpulang pada ibunya.
Komentar
Posting Komentar