Sejarah : Dongeng atau wacana?



Gembar-gembornya dengan bangga sebagai kota pahlawan, ngomongnya senang berbakti di kampus perjuangan, selalu aktif dalam berbagai situasi Negara, mengaku paling kritis menyikapi kebijakan pemerintah yang terkadang tidak berkenan di hati rakyat, mengobral janji manis pada setiap elemen kampus maupun Negara.
Tapi ketika dihadapkan sejarah bangsa, ia terbungkam membisu, ketika dipertanyakan nama-nama pahlawan yang gugur di medan perang demi memperjuangkan senyum wanita dan canda balita, ia diam tak berkutik, ketika dilempar tantang dimana para pahlawan menghabiskan nafas terkhirnya meregang nyawa, ia tertunduk lesu dan memalukan.
Mau nunggu Bapak Proklamator bangkit kembali? Menarik lengan kalian meneriakkan semangat juang semangat merdeka? Mau menunggu beliau kembali muda dan dengan lincahnya mengayunkan langkah demi kemajuan Negara? Anganmu itu kuburlah lebih dalam ketimbang jasadmu ketika telah tiada.
Ditanya berapa keseluruhan rakyat Indonesia aja ia menjawab tak meyakinkan, ditanya berapa pulau di Indonesia saja masih sibuk tanya mbah google, apalagi berapa pahlawan yang mengorbankan nyawanya untuk Indonesia, terlebih lagi namanya satu per satu. Lalu penerus macam apa yang diharapkan Indonesia?
Indonesia dengan jumlah perairan jauh lebih luas daripada daratan memiliki potensi sangat besar dalam mengembangkan apapun yang dimilikinya, mulai dari sumber daya alam, perekonomian, pertahanan Negara, kesejahteraan masyarakat, semua terletak pada satu kunci, yakni sumber daya manusia. Siang malam para guru jungkir balik berjuang demi memahamkan anak didiknya, orangtua tak luput memperhatikan semua tingkah laku buah hatinya, akan tetapi ketika mereka beranjak dewasa, kesadaran diri yang masih sering tak melengkapi jiwa dan pikirannya.
Perhatikanlah, betapa jauh perbedaan angka pengunjung mall dibanding museum, betapa banyak mereka berjejalan mengantre membeli tiket konser, sedangkan penjaga situs-situs bersejarah lebih sering menghabiskan waktunya untuk mengisi TTS dengan berleha-leha santai sambil menikmati semilir angin kesepian, sesekali ia melirik patung Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Tomo, seakan berbisik pada beliau bertiga, betapa indah hidup ini hanya menunggumu berjam-jam disini, mungkin setiap pagi perlu berkeliling sekedar memastikan apakah engkau baik-baik saja.
Bahkan yang menggantikan wajah beliau-beliau di pigura yang tergantung di depan kelas sekolah-sekolah itupun terkadang seringkali melupakan mereka. Apakah menghafal rentetan peristiwa kemerdakaan hanya tugas sang penjaga museum? Apakah mengingat semua nama pahlawan hanya kewajiban seorang ahli sejarah? Apakah menelusuri jejak para pahlawan dan mengulang-ngulangnya hanya menjadi keharusan bagi pemandu wisata situs bersejarah.
Bangsa yang besar ialah bangsa yang mengingat jasa pahlawannya dan meneruskan perjuangannya, bukan yang besar bualannya, bukan yang besar pengeluarannya untuk berfoya-foya, bukan yang besar mimpi-mimpi muluk tanpa langkah yang jelas untuk merealisasikannya.
Kepada Pahlawan Yos Sudarso, kami sungguh malu kepadamu, dengan bangganya memperkenalkan diri sebagai rakyat Indonesia, namun padamu kami tak tahu. Laut Aru telah menjadi saksi abadi perjuangan dan pengorbananmu. Mulai saat ini kami akan mengingat pesanmu, “Kobarkan semangat pertempuran”. Andaikan tuan mengerti bagaimana kondisi negeri saat ini, begitu memilukan dan mengiris hati. Merdeka hanya menjadi harga mati yang atasnya pun masih banyak dari kami rakyat jelata berteriak mengenaskan, menahan lambung melilit dan kulit keriput akan mati.
Gugur dalam keadaan sepertimu betapa indahnya, bersama Macan Tutul bersimpuh dengan penuh wibawa berpeluk gemuruh ombak Laut Aru seakan ikut murka menyaksikan putra bangsanya meregang nyawa demi mengharumkan nama Negara.
Terimakasih para pahlawan, tanpa kalian kami takkan mengenyam pendidikan dengan begini nyaman. Tanpa cucuran darah kalian kami masih dibawah kaki-kaki kejam tiran. Tanpa kalian Indonesia takkan menjadi Indonesia sekarang.
Mari bangkit dan berbenah, jangan jadikan sejarah hanya sebagai dongeng dan wacana, karena dari sejarah kita ada dan dengan sejarah kita merajut asa.
Selamat Hari Dharma Samudera
Tuan Yos Sudarso, jiwa tuan harumkan bumi pertiwi, dan raga tuan abadikan Aru dalam wangi.

Komentar

Postingan Populer