Semua Ada Jatah Waktunya
Di dalam hidup tidak ada kepastian. Apapun yang diberikan Allah kepada makhluk, itulah ketentuan dari-Nya. Tidak ada ukuran yang dapat dinilai makhluk, salah satunya manusia. Namun kenyataan yang terjadi tak semudah itu, Ferguso. Namanya juga manusia. Selalu ada saja yang dikeluhkan dalam hidup ini. Dari aspek mana saja akan selalu ada celah yang bisa dimasuki rasa-rasa kurang syukur itu. Padahal semua dalam hidup ini sudah tergaris dalam ketentuan Allah.
Ada banyak kejadian dalam hidup manusia. Kelahiran, kematian, kedatangan dan kepergian. Semua terjadi dalam roda kehidupan. Jika kita tidak menjalaninya dengan penuh syukur maka hanya keluhan dan perhitungan yang muncul dalam benak diri. Itu akan terjadi pada siapapun selama hidup di dunia. Dilengkapi nafsu yang beragam, diiming-imingi kesenangan dunia yang bergelimang di sekeliling. Aspek paling besar sebagai pemicu adalah kehidupan sosial. Dengan hidup bersama berdampingan dengan orang banyak maka sikap dan hati pun harus dijaga.
Jika dipandang dengan kaca mata manusia pada umumnya, maka urutan manusia sesuai dengan sewajarnya ukuran manusia. Jika usia segini sekolah sampai SD, SMP, SMA, kuliah sampai jenjang kehidupan berikutnya. Kapan saatnya menginjak usia remaja, dewasa, menikah, mengandung, melahirkan dan meninggal. Sedangkan dalam ukuran yang diciptakan Allah tidak ada garis yang pasti sehingga membuat semua manusia harus memiliki jalan yang sama.
Maka tidak heran lagi, jika dari waktu ke waktu selalu pertanyaan-pertanyaan menyesakkan itu muncul. Dari mulut ke mulut, memenuhi telinga menusuk hati dan terpendam dalam pikiran. Hal ini yang nantinya memberi dampak yang tidak kecil. Awalnya hanya menurunkan harga diri, kemudian bersarang di dalam hati, mendongkol dan menggumpal menjadi penyakit. Baik berupa fisik maupun psikis. Ini sebenarnya pelajaran penting bagi semua orang. Baik pihak yang tidak menjaga kalimatnya dalam berinteraksi, ataupun menyiapkan hati yang lapang bagi pihak yang mendengar.
Di antara kalimat-kalimat menggemaskan tersebut adalah pertanyaan ‘kapan nikah?’, ‘sudah hamil belum?’, ‘Kok belum menikah sih’, dan seterusnya. Macam-macam kalimat tersebut jika telah fasih dan terlatih di lidah kita, maka akan sulit sekali dihilangkan. Rasanya setiap kali bertemu orang, baik orang lama atau baru kalimat tersebut berebut ingin cepat-cepat meluncur dari bibir. Coba sekarang kita renungkan bersama, sebenarnya apa manfaat kita mengeluarkan kalimat tersebut. Apakah benar tidak akan melukai hati lawan bicara kita? Apakah sesuai dengan situasi dimana kalian berada? Apakah tepat jika meluncur dari bibirmu?
Istilah jawa ‘abang-abang lambe’ yang berarti kalimat mempermanis pembicaraan sering menjadi kambing hitam dalam kasus ini. Padahal dalam memulai percakapan dan meningkatkan intensitas kedekatan tidak harus melulu dengan topik-topik tersebut. Biasanya pula yang seringkali disebut sebagai tersangka utama adalah tetangga. Padahal saat ini tidak hanya tetangga yang berpotensi melontarkan kalimat mengesalkan tersebut. Bisa jadi orang yang jauh dari kita, di seberang pulau, bahkan sama sekali tidak mengenal kita pun juga bisa mengutarakan ungkapan tersebut.
Kini yang harus dipahami oleh kita bersama adalah segala sesuatu di atas bumi ini sudah ada jatah waktunya masing-masing. Kita manusia tidak ada hak sekecil pun mengatur itu semua. Maka sebisa mungkin kita juga menahan diri dari mempertanyakan hal-hal yang di luar kuasa kita. Seperti halnya waktu untuk menikah, hamil atau bahkan meninggal. Sekiranya bukanlah urusan kita maka tidak perlu kita pikirkan. Apalagi kita pertanyakan atau kita bahas dengan orang lain. Bukankah ini sudah termasuk perbuatan ghibah. Jika di hadapan orangnya langsung maka sama dengan menjatuhkan harga diri kita sendiri. Terlebih menyakiti hati orang yang kita ajak bicara.
Ada sebuah nasehat dari Sayyidina Ali dalam menyikapi situasi ini. Janganlah kalian membicarakan sesuatu dengan seseorang yang tidak bisa merasakan sesuatu tersebut. Seperti halnya sebisa mungkin tidak membicarakan tentang kehidupan pernikahan kepada orang yang belum menikah. Tidak membicarakan soal anak dengan orang yang belum juga dikaruniai keturunan. Tidak membicarakan soal kekayaan dengan orang fakir miskin. Tidak membicarakan pangkat bagi orang yang sama sekali tak memahami itu. Bukankah Rasulullah bersabda: Barang siapa di antara kalian beriman kepada Allah dan hari akhir maka berbicaralah yang baik atau diam saja. Maka, jika kamu benar-benar beriman, maka jagalah lisan kita untuk senantiasa berbicara yang baik. Jika tidak, maka lebih baik diam saja.
Bukankah lidah itu tidak bertulang? Oleh karena itu kita merasakan begitu mudahnya bersilat lidah. Semoga kita semua senantiasa dalam perlindungan Allah, dijauhkan dari kalimat-kalimat keji dan perbuatan mungkar. Aaamiiin.
#BERSEMADI_HARIKE-11
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
Komentar
Posting Komentar