Resensi Novel Romansa 2 Benua
Cinta memang menjadi topik yang takkan pernah habis diulas dalam
kisah apapun, dengan jenis bagaimanapun dan di tahun berapapun. Seakan menjadi
pengikat dari kekuatan sebuah cerita, jika sebuah kisah tidak mengandung unsur
percintaan maka bisa dipastikan dia takkan mendapat perhatian di hati pembaca.
Hal ini tentunya terjadi di kisah – kisah fiksi yang lebih banyak menjadi
konsumsi orang dengan usia muda atau bahkan belia.
Pipiet senja sebagai seorang penulis yang sudah senior, telah
menghabiskan separuh lebih hidupnya di dunia kepenulisan, telah melakoni dan
mencoba berbagai macam tulisan, dari berbagai genre, dengan berbagai macam
jenis konsumen, dan beberapa variasi lain yang membuat karyanya semakin
berwarna.
Beliau yang dulu sempat dijuluki penulis karya mellow ini kali ini
masih dengan nuansa yang cukup mellow dan membawa tema percintaan dan keluarga,
mulai mendalami bidang sejarah. Dalam novel terbarunya yang berjudul Romansa 2
Benua ini, beliau banyak memaparkan tentang adat istiadat pulau Papua, beberapa
ritual yang dilakukan oleh para sesepuh daerah tersebut, hingga aturan – aturan
yang dipercaya turun temurun dari nenek moyang mereka.
Tidak sekedar berkutat dengan kisah tradisional suku – suku yang
ada di daerah paling timur Negara Indonesia itu, Pipiet Senja juga memasang
latar tempat di luar negeri, tepatnya di Belanda, Paris, dan Italia. Beberapa
sudut dari Negara maju eropa tersebut juga dibeberkan dengan begitu detail
membuat pembaca benar – benar merasakan nuansa hidup di Negara bermusim empat
tersebut.
Adapun dari segi alur dan penokohan, seperti halnya novel – novel
beliau sebelumnya, Pipiet selalu menjunjung tinggi perempuan, nafas yang
dihembuskan dari penokohan masing – masing tokohnya seakan meniupkan bisikan
halus penuh spirit bahwa perempuan adalah manusia dengan kehormatan tinggi,
wajib dihargai dan dijunjung tinggi, dari situlah muncul beberapa konflik yang
kerap disisipkan juga tidak keluar dari lingkar dunia perempuan.
Soli, pemeran utama dalam novel ini dikisahkan secara utuh dan menyeluruh,
dari sejak kisah perjalanan sang ibu, hingga dia sampai di usia senja. Khas
tradisional suku pedalaman Papua pada beberapa bagian terlihat lebih ditekankan
sehingga memberi nilai lebih dari isi novel ini. Pembaca bukan hanya disuguhi
sebuah roman percintaan yang mungkin sudah biasa terdengar dengan berbagai
macam penyajian yang berbeda, akan tetapi juga mendapatkan nilai lebih berupa
pengetahuan akan adat istiadat dan juga nilai dakwah yang selalu ada pada
setiap karya Pipiet Senja.
Novel terbaru penulis produktif yang memiliki dua anak dan empat
cucu ini memberikan pemahaman bahwa jangan terlalu dangkal dalam memaknai
sebuah kehidupan. Berbagai konflik yang timbul dengan latar belakang keilmuan
yang beragam menunjukkan bahwa wanita berzodiak Taurus ini bertujuan mengajak
pembaca untuk membuka mata lebih lebar, dan menatap semua kemungkinan yang
tersaji di hadapan kita bukanlah sebuah kebetulan, melainkan semua telah
tercatat dengan rapi pada buku takdir kita. Begitulah adanya sebuah kisah, tidak
untuk sekedar dibaca lalu sambil lalu menguap begitu saja, akan tetapi juga
untuk diambil butir – butir kemanfaatan yang tersaring darinya.
Komentar
Posting Komentar