Perjalanan Itu Bukan ke mana, Tetapi dengan Siapa


Sudah lama sekali rasanya aku tidak ikut kegiatan FLP Surabaya yang satu ini, rekreasi menulis atau keren disebut travel writing. Pada tahun ini rasanya tak mungkin aku tak ikut. Karena baru jalan 4 bulan ini aku mendapat amanah baru dalam keluarga kecil ini. Yang dulunya selalu dijuluki Mak Karya dengan segala kewibawaan dan kegaharannya dalam menagih tulisan teman-teman bagai lintah darat. Kini berubah haluan menggantikan Mami Retno sang senior. Tiada lain memegang dapuk kepala divisi kaderisasi. Sebenarnya ini tanggung jawab yang sangat berat. Bagaimana tidak, aku bertanggung jawab atas regenerasi anggota dan kepengurusan FLP Surabaya dan juga memantau bagaimana perkembangan keaktifan para anggota yang ada. Bukankah lebih mudah mengurusi benda mati ketimbang benda hidup, bernapas, punya hati lagi. Duh, sungguh dilema. Namun takdir tak dapat berbelok, demi mendampingi sang sahabat tercinta, Ratna. Kini ia mendapat amanah yang tentu jauh lebih besar dan mengerikan daripada aku. Aku akan rela asalkan berjalan bersama, tertawa bersama, menangis bersama, dan yang paling penting bahagia dan makan bersama.

Kok jadi ngelantur sih ya, hehehe. Yaa begitulah sekilas kondisi terkiniku di keluarga kecil penuh cinta ini. Yang penting dengan siapapun di sini, aku selalu merasa bahagia. Apapun programnya, apapun kegiatannya, siapapun rekan kerjanya. Semuanya keluarga. Ceileee. Oke, jadi kembali pada cerita travel writing. Rencana bepergian ini sudah lama sekali tercetus, sejak tiga bulan lalu. Sempat terdapat dua pilihan, antara Blitar dan Bromo. Tentu ini menjadi pilihan yang sangat sulit bagi teman-teman. Tak terkecuali aku sendiri. Aku juga ingin sekali pergi ke bromo. Setelah kupikir-pikir lebih lanjut, kemudian kukonsultasikan dengan Ratna selaku nahkoda utama keluarga kita, akhirnya kami memutuskan untuk memilih Blitar. Aku menunjuk mbak Ririn, anggota divisiku untuk menjadi penanggungjawabnya. Nah, beginilah enaknya jadi senior, hehehe. Tinggal tunjuk, komando, jadi deh. Eeeh, tapi jangan salah. Aku tetaplah ihdina dengan segala kerempongannya. Tetep tidak akan tenang jika tidak terjun langsung di dalamnya.

Jadinya, segala perintilan persiapan dan lain sebagainya tetep aku ikut memikirkan dan mengerjakan. Mbak Ririn luar biasa, rekan kerja yang sangat sabar dan telaten menghadapi kecerewetan dan kebawelanku. Terima kasih ya mbak Rin. Mulai dari penentuan destinasi wisata, transportasi, perlengkapan teman-teman selama perjalanan dan segala hal yang terjadi secara mendadak. Setelah melewati perenungan panjang, diputuskanlah 4 destinasi dalam waktu sehari semalam. Pantai Tambakrejo, Kampung Coklat, Makam Bung Karno, dan Candi Penataran.

Mulailah diumumkan seluas mungkin ke seantero jagad masyarakat FLP Surabaya untuk menghimpun kloter jamaah sebanyak mungkin. Dan, voila! Hasilnya sungguh mencengangkan! Benar-benar memecahkan rekor lo, ini adalah travel writing dengan jumlah paling banyak seumur hidup FLP Surabaya. Keren bukaaaan! :) Ah, ingin sekali kukatakan ‘siapa dulu kadiv kadernya’ tapi rasanya aku tak mungkin mengatakan itu di depan para pendahulu, terutama Mami Retno, yang tadinya ingin sekali bergabung namun terbentur dengan agenda lain. Love you Mami :*

Drama pun dimulai satu per satu. Berawal dari penentuan harga iuran, kemudian teknis pemesanan tiket kereta, dan solusi transportasi pulang. Harga iuran sebisa mungkin kami tekan untuk meningkatkan partisipasi teman-teman secara menyeluruh. Pemesanan tiket rupanya pada satu aplikasi KAI access hanya bisa untuk maksimal 4 tiket. Jadilah kuminta 4 orang lagi dari anggota jamaah untuk turut mengunduh aplikasi tersebut. Dan untuk transportasi pulang kami pun memutuskan untuk menggunakan elf sekalian dari yang disewa selama berkeliling Blitar. Saat itu aku sangat bersyukur menjadi adik dari Mbak Mila, hihihi. Maturnuwun sanget Mbak Mila dan Mas Faruq.

Hingga hari keberangkatan kurang tujuh, aku masih dengan gencar menghubungi teman-teman yang sepertinya punya peluang dan keinginan untuk ikut. Saking semangatnya, aku benar-benar tak membebankan mereka untuk melunasi pembayaran iuran di awal, demi untuk meramaikan travel writing kali ini. Namun lagi-lagi karena terbatas kesesuaian pemesanan tiket kereta, jadi terpaksa kami hentikan tepat H-7 hari keberangkatan. Jadilah saat itu peserta fix 17 orang. Betapa senangnya hatiku meski belum berangkat. Sudah berandai-andai betapa menyenangkannya perjalanan ini nanti.

Hari keberangkatan kurang satu hari. Sahabati Fafa menghubungiku, saat posisi aku di Bojonegoro. Mengabarkan bahwa dia tidak bisa ikut karena sakit. Tanpa pikir panjang segera kutelepon dia. Dan rupanya memang benar. Dia harus masuk puskesmas dan menginap untuk memulihkan badan dari infeksi lambung. Aku seketika teringat, kemarinnya Mbak Nur sempat menghubungiku, ingin ikut, namun sayang sekali kursi kereta sudah penuh. Beliau sangat kecewa saat itu. Sehingga ketika mendapat kabar Fafa, aku segera teringat Mbak Nur. Rupanya ini memang kesempatan berpihak padanya. Betapa bahagianya aku melihatnya bahagia. Kukatakan pada Fafa yang terpenting adalah kesehatannya. Jalan-jalan bisa nanti kalau sudah sembuh. Ah, betapa bijaknya aku. Wkwkwk.

Tibalah hari H. Bersama sahabat Frau, aku berkelana. Berkeliling surabaya dan sekitarnya. Lepas mengajar di SDN Puja, aku mendarat di kantornya, kemudian berbelanja barang sejenak di Sakinah. Sempat kami mengalami uji nyali kehebohan Nana dalam mengendarai Vero. Sudah layak dikatakan Valentina Ratna memang dia. Tapi kalau tidak begitu, tidak Ratna namanya. Huft, baiklah. Kemudian kami meluncur ke rumah Fafa. Menengoknya, mendoakan kesembuhannya, dan yang terpenting meminjam KTP nya. Untuk dipakai mbak Nur Check in. Senang sekali sempat dibawakan bekal Sinom Adipati oleh si cantik Dika ini. Terima kasih ya Fafa :*. Lepas dari menengok Fafa, kami berdua menyempatkan diri menghadiri (awal) ke walimahnya member Sahaja yang paling ganteng. Alhamdulillah sempat berbincang barang 5-10 menit dengan kedua mempelai. Lengkap dengan hidangan baksonya. Baarakallah Mas Zayyin dan Mbak Tika. Setelah itu segera meluncur Vero membawa kami berdua dengan mbak Nur di SMKN 1 untuk memberikan KTP Fafa.

Daaan, tibalah tujuan utama hari ini, yakni stasiun Gubeng. Untuk bersiap berkumpul dan berangkat menuju kota Blitar. Tiba di Stasiun Gubeng, sudah ada Fath dan Saifuddin. Mereka begitu antusias dalam perjalanan kali ini. Fath yang berangkat dengan gamang karena esoknya (Ahad) harus sudah tiba di tempat kerja, McD Waru pukul 21.30. Saifuddin yang tidak bisa menyembunyikan wajahnya dari semangatnya lantaran pertama kali akan melakukan perjalanan dengan ular besi. Lagi-lagi aku sangat bahagia melihat mereka bahagia. Berikutnya yang datang adalah master dokumentasi kita, siapa lagi kalau tidak Along. Sama halnya dengan Saifuddin, perjalanan ini sangat ia nanti-nantikan. Menyusul kemudian mbak Aisya, Umi Lidia, Mira, Thoriq dan terakhir Rosita. Masing-masing dari mereka datang dengan binar mata yang begitu bahagia dan tak sabar menempuh perjalanan baru ini.

Tepat pukul 17.41 kami telah berada di dalam perut ular besi. Bersiap berangkat menuju stasiun wonokromo. Bertemu dengan teman-teman yang naik dari stasiun yang terletak di depan DTC itu. Di antaranya adalah mbak ririn, mbak nur, mbak neni, mbak rina, anis dan suci. Sayang sekali mbak badriyah memberi kabar di detik-detik terakhir bahwa urung ikut perjalanan karena harus menemani sang ibu yang sendiri di rumah. Baiklah, hidup memang berisi pilihan-pilihan. Mbak bad, percayalah, lain waktu kita pasti bisa melakukan perjalanan bersama. Love you, Mbak Bad :*.

Dalam perjalanan, kami yang berlabel rombongan tetapi tidak berasa rombongan. Karena kursi yang kami dapatkan terpisah-pisah. Bekal yang tadi sudah dipersiapkan pun tak tersentuh. Beberapa yang kebetulan mendapat kursi saling berhadapan masih bisa bercengkerama. Tapi beruntung untukku, aku sama sekali tidak berhadapan dan berdampingan dengan mereka. Sehingga membuatku lebih mudah untuk beristirahat. Hehehe, bukan berarti tak ingin diganggu mereka. Tapi aku sudah cukup lelah rasanya hari itu. Jadi demi menabung tenaga untuk esok, alangkah lebih baiknya jika kupakai untuk terlelap saja. Meski tak sepenuhnya tenang, tapi setidaknya bisa barang 1 jam tertidur.
Sekitar pukul 22.30 kereta berhenti di stasiun Garum sesuai arahan mbak Putri sebagai tuan rumah. Kami berenambelas pun turun dan meregangkan badan karena sudah tertekuk selama empat jam lamanya.

Keluar dari stasiun, sambil menunggu mbak putri dan mas rahmad, sebagian dari kami membeli makan malam. Eh, makan nasi goreng dan penyetan, bukan makan malam. Saat mbak putri datang, kami dibawa dalam tiga kloter, salah satunya dengan grab mobil innova. Begitu sampai di rumah mbak putri, kami segera menyantap bekal kami masing-masing. Memang duduk selama empat jam telah menguras tenaga kami habis. Apapun menunya jika disantap bersama akan terasa lebih lezat tiada tara. Mungkin bagi mereka, itu adalah makan dalam waktu larut paling indah mereka. Karena belum pada sholat maghrib-isya’, usai makan kami bergantian menunaikan kegiatan biologis di kamar mandi dan sholat. Setelah itu satu per satu dari kami tumbang menuju pulau mimpi.

Rumah mbak putri bagaikan istana surga. Begitu tenang damai sejuk dan menyenangkan. Ditambah dengan kehadiran teman-teman sebagai keluarga kecil tercinta. Tuan rumah yang hangat menjadi kunci utama kenapa kami begitu betah di sana. Pagi hari setelah sholat subuh, bersiap, Ratna sempat memasak nasi goreng. Elf dan Pak Agus sempat sedikit nyasar tapi tak masalah bagi kami. Bahkan kami masih sempat berfoto-foto ria di depan rumah mbak putri. Setelah itu elf merah itu membawa kami semua menyusuri bukit dan lembah untuk mencapai di baliknya, pantai Tambakrejo.

Rupanya benar adanya manusia memang hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan. Rencana ke pantai Tambakrejo bergeser ke pantai di sampingnya. Pantai Pasir putih. Lebih tenang, lebih perawan, lebih asik, kata mereka para masyarakat Blitar. Baiklah, kami pun berbelok ke Pasir putih yang memiliki pasir coklat muda. Di sana aku melihat teman-teman begitu menikmati refreshing dengan sepuasnya. Terutama ketika melihat Rosita dan Mira. Along kini tidak lagi sendiri, karena rupanya Fath mulai merangkak menjiwai fotografi dan videografi. Regenerisasi yang bagus, Nak! Hahaha. Kami menyewa tikar untuk menyantap sarapan di tepi pantai. Semua begitu lahap menikmati nasi goreng buatan mama Frau. Ditambah es kelapa muda yang begitu menggiurkan melengkapi kesyahduan angin pantai. Puas bermain di bibir laut, kami pun mandi dan bersiap untuk beranjak.

Hari beranjak menghangat, rupanya matahari mulai merangkak naik. Kami pun harus berpamitan pada debur ombak dan basah air laut. Terima kasih atas kesetiaannya datang dan pergi terus berulang untuk membasahi. Mengajak serta yang mampu terenggut dan mengembalikan, terkadang lebih banyak atau sebaliknya. Begitulah hidup, antara memberi dan menerima harus saling seimbang. Perjalanan pulang dari pantai teman-teman yang mabuk cukup berkurang, mungkin karena mereka sudah lebih dulu mempersiapkan diri. Sepanjang perjalanan dihiasi oleh pemandangan yang asri meski cuaca cukup hangat. Kebersamaan dan lagu dari flashdisk rosita cukup membangkitkan benih-benih kenangan dalam memori kami.

Tujuan berikutnya adalah kampung coklat. Begitu bersemangatnya teman-teman disambut oleh pengunjung kampung coklat yang juga sedang banyak-banyaknya. Luar biasa mencengangkan. Di sini kami memanfaatkan waktu untuk sholat dhuhur-asar dan berbelanja secukupnya. Karena tempat yang kurang begitu kondusif untuk dinikmati manusia dengan segmentasi usia macam kita-kita ini. Saat akan pulang tentu yang tidak boleh terlewatkan adalah mengabadikan kenangan. Menghentikan waktu untuk dipadatkan dalam satu gambar.

Puas dari kampung penuh coklat, kami bergerak menuju Makam sang Proklamator. Kulihat antusiasme teman-teman masih begitu menyala. Semangat masih membara. Senyum dan tawa itu bertebaran tak dapat disembunyikan. Sesampainya di makam Bung Karno, rupanya bertepatan dengan Ahad Pon, weton wafatnya Bapak Presiden pertama kita. Jadi pengunjung yang datang begitu membludak. Aku sangat senang mendapat waktu cukup untuk menyelesaikan satu tahlil di depan pusara beliau. Makmuman pada para pengunjung yang telah memulai tawassul sebelum saya duduk. Semoga Bapak senantiasa dalam perlindungan Allah. Semoga kami yang masih muda ini mampu meneruskan tonggak perjuanganmu, Bapak.

Ada satu hal yang tidak mungkin kami lupakan adalah saat keluar dari area makam Bung, ternyata ini layout baru, lebih tepatnya aku yang baru tahu. Jadi kami para pengunjung dibuat berputar-putar mengitari sekian puluh atau ratus kios untuk mencapai pintu keluar. Sungguh strategi pasar yang sangat menipu. Antara kesal campur pengen ketawa rasanya jika mengingat itu. Segera kami membayar itu semua dengan kudapan pentol dan es di pintu keluar pasar labirin menggemaskan itu. Setelah cukup melepas dahaga kami beranjak untuk bertemu mbak Rosy mantan ketua FLP Blitar. Beliau mengantar kami masuk dan berkeliling di museum bung karno. Di dalam museum ini terdapat banyak sekali foto dan lukisan Bung. Juga beberapa patung dari berbagai bahan. Yang membuatku menarik adalah narasi yang dituliskan dalam keterangan foto-foto Bung menggunakan sudut pandang ‘aku’. menurutku ini sangat menarik. Dengan menggunakan kata ganti pertama, para pengunjung akan turut merasakan bagaimana perjuangan Bung dalam meraih kemerdekaan. Suka duka dan liku-liku saat itu. Akan menjadi berbeda jika dituliskan dalam sudut pandang yang lain. Coba deh, kayak kalian baca tulisan ini. Pasti kalian merasa ikut mengalami yang kualami kan, hayo ngaku nggak? ;)

Selesai berkeliling di dalam museum kami sempatkan bertukar sapa dengan teman-teman FLP Blitar yang tersisa barang sejenak. Setelah itu kami segera kembali ke tempat parkir. Di sinilah kami mulai berunding, dan berakhir perubahan rencana. Rencana semula ke candi penataran menjadi diragukan oleh Frau karena mengingat waktu yang tersisa. Sedankan kami harus mampir ke pondok Sumberagung, karena Pak Agus tentu butuh teman untuk perjalanan ke Surabaya. Dan itu memang masuk akal ketimbang memaksakan harus ke Candi Penataran dan itu membuat Fath semakin tertekuk wajahnya.

Setelah melalui musyawarah, kami pun sepakat memutuskan untuk menghilangkan Candi Penataran dari tujuan kita kali ini. Demi menyenangkan hati dan karir seorang teman, tentu tidak ada keinginan teman yang terkorbankan. Dalam perjalanan, Pak Agus berkoordinasi dengan Mbak Mila untuk dicarikan tempat makan yang cukup terjangkau. Mengingat sudah waktunya teman-teman untuk makan siang sedangkan waktu sudah menunjukkan sore. Maafkan daku yang kurang becus dalam mengurus dan melayani teman-teman selama perjalanan yaaa… mulai deh baper :D

Syukur Alhamdulillah, cacing-cacing di perut kami telah diselamatkan oleh warung tepi sawah milik teman Pak Agus, yang juga jamaahnya mas Faruq. Dengan beraneka lauk yang nikmat dan porsi yang bebas memilih, kami puas kenyang di warung tersebut. Maturnuwun Pak Agus dan temannya. :)
Tentu tidak bisa tanpa peran Mbak Mila dan Mas Faruq, maturnuwun sangeeet :*. Selesai mengenyangkan perut kami pun dibawa Pak Agus singgah ke Pondok Sumberagung, surgaaaaa… Akhirnya rinduku tertunaikan! Rasanya sudah lama sekali ndak berkunjung. Alhamdulillah, aku sangat bahagia dapat menunjukkan ke teman-teman bagaimana kehidupan penuh kesahajaan di bumi Sumberagung ini, tepatnya di pondok asuhan Mas Faruq ini.

Seusai sholat maghrib-isya’, kami pun bersiap pulang. Sungguh amat disayangkan tidak bisa menanti sampai mbak mila dan mas faruq rawuh. Tapi alhamdulillah sekali pelayanan yang diberikan sudah sangat luar biasa. Tidak tahu lagi harus berkata apa. Pokoknya maturnuwun sanget. Teman-teman kulihat juga tenaganya sudah cukup ter-charge. Semangatnya kembali berpijar. Semangat untuk kembali ke kota riuh. Menyambut kembali hari senin. Menyambut kembali aktivitas dan kewajiban. Tapi mereka semua sudah sangat puas dengan perjalanan pendek ini.

Dalam perjalanan pulang, sudah tak ada lagi suara-suara seperti pagi dan siang tadi. Lagu-lagu dan instrumen dari flashdisk Along justru menjadi pengantar merem paling mujarab. Aku pun terjaga hanya mungkin tiga kali. Pertama waktu top-up e-toll, kemudian ketika di Malang kota, dan terakhir di pintu keluar tol Warugunung. Benar-benar setiran Pak Agus membuaikan kami semua. Kloter pertama turun di jalan ahmad yani. Kemudian berikutnya di depan stasiun wonokromo. Terakhir turun di stasiun gubeng. Eits, terakhir ke T-45 ding, hehehe. Terima kasih untuk Pak Agus dan cacak pondok yang bersedia mengantarku sampai depan rumah. Ini sungguh perjalanan yang menyenangkan.

Mungkin ini pertama kalinya aku mengurusi dan memandu perjalanan ya teman-teman. Jadi atas segala khilaf, salah, baper dan cerewet, tolong dimaafkan diriku yang masih pemula ini. Hehehe.
Terima kasih atas antusias kebersamaan kasih sayang cinta dan perhatian yang luar biasa satu sama lain. Aku akan sangat merindukan perjalanan-perjalanan lain berikutnya, segera!
Tertanda, Kadiv Kaderisasi anyaran, Ihdina baperan :D

Komentar

Postingan Populer