Senja memeluk perempuan dengan lukisan dalam penantian
Perempuan merupakan sosok manusia
yang umumnya merepresentasikan kecantikan, keindahan dan kesenduan. Sedang
senja mewakili dari unsur alamnya. Maka ketika perempuan dan senja bertemu,
maka di sanalah seluruh perumpamaan indah dan romantis tergambarkan. Setidaknya
diupayakan oleh penciptanya, apakah itu kisah ataupun sajak. Jika segala sesuatu di dunia ini
berpasang-pasangan. Maka kedua makhluk ini merupakan sesuatu yang bertugas
mengindahkan.
Begitu juga dengan isi buku ini.
Bernard sebagai seorang laki-laki sekuat tenaga menyajikan keindahan demi keindahan
melalui tutur bahasa dari anak batinnya berupa rangkaian cerita. Di dalamnya
terkumpul lima belas judul dengan
dinamika cerita yang beragam. Namun kesenduan yang dihadirkan oleh semua
menjadi terwakilkan oleh ilustrasi yang tersaji di sampul buku ini. Warna senja
mendominasi penafsiran rasa lelah dalam penantian dan syahdu renungan
perempuan.
Pada setiap cerita dalam buku ini,
selalu mengandung luka, sakit, yang entah itu begitu basah atau juga telah
hilang mengering. Namun bekasnya tentu masih tertinggal begitu dalam dan nyata.
Ada beberapa fenomena yang dihidupkan oleh Bang Benz melalui tokoh-tokoh fiksi
dalam cerita khayalnya. Namun menjadi begitu nyata jika direfleksikan ke dalam
kehidupan manusia.
Sebagaimana dalam judul ‘Lelaki Berpayung dan Gadis yang
Mencintai Hujan’. Siapa sangka jika dua tokoh utama di sini adalah penggambaran
sesosok malaikat dan setan. Menjadi sarana kontemplasi pada berbagai macam
perbuatan manusia di muka bumi.
Selain itu, jika diibaratkan karya
seni lukis, cerita-cerita Bang Benz ini juga di antaranya bersifat abstrak.
Meski begitu nilai filosofi yang dibawa tetap bisa diterima dan ditafsirkan
oleh logika manusia. Contohnya dalam cerita berjudul ‘Pintu yang Tak Terkunci’.
Cerita yang terinspirasi dari puisi Robert Frost berjudul The Lockless Door ini
begitu sunyi namun mencekam di setiap runtutan adegan pada paragraf demi
paragraf. Namun apa yang tersaji di akhir cerita mungkin benar-benar plot twist
bagi para pembaca.
Terkadang membaca cerita pendek Bang
Benz juga diperlukan waktu lebih untuk bisa memahami alur dan pesan yang
tersimpan di balik cerita. Penggunaan tokoh yang tidak selalu riil dalam bentuk
manusia juga memberi kesan aliran surealis dalam penuturan cerita. Hal ini
membuatnya menghadirkan unsur ketegangan tersendiri dalam membacanya. Dalam
judul Milana, khususnya, adaptasi metode dari karya seni lukis begitu nyata
ditunjukkan.
“Bukan
gambar-gambar abstrak dan surreal seperti lukisan Salvador Dali atau Max Ernst
(saya tahu nama-nama itu dari seorang teman yang kuliah di bidang seni).
Perempuan itu hanya melukis senja. Selalu senja.” (Milana,177)
Dalam Milana juga, Bang Benz
menuangkan isi kepalanya tentang betapa dekatnya hubungan keindahan dan
kesepian antara perempuan, senja dan menunggu. Seperti menemukan ramuan untuk
mantra terbaik atau resep untuk sajian terlezat. Begitu pula senja milik Milana
di kapal ferinya dengan lukisan di tangannya. Merupakan sebuah kesatuan indah
yang dibalut oleh rangkaian diksi ajaib sehingga menghasilkan alur yang unik
dan mendalam.
Pada akhirnya, kumpulan cerita pada
buku ini menyuratkan bagaimana sebuah kesedihan dan luka yang lahir dari sakit
tidak akan hilang begitu saja. Jika ada pepatah waktu akan menghapus segalanya,
maka kata cerita dalam buku ini adalah, kita sendiri yang harus dengan jantan
menghadapi dan merangkulnya. Karena hati atau jiwa yang pernah terluka tidak
akan serta-merta sembuh dengan sendirinya. Tanpa ada upaya nyata dari gerak si
pemiliknya.
Komentar
Posting Komentar