Sisi Lain Arsitektur
Buku ini mengulas beberapa esai tentang pandangan dan kritik arsitektur. Baik dari versi tokoh arsitek maupun pegiat sosial, nasional maupun internasional, dari Sandyawan Sumardi hingga Peter Zumthor. Terurai dalam 26 judul, beberapa esai di sini telah dimuat majalah U Mag. Buku ini mengupas arsitektur dari segi fisik maupun non-fisik. Mulai dari elemen dasar seperti fasad dan jendela, juga esai kritik dalam elemen-elemen penting arsitektur, contohnya kamar mandi dan dapur. Mulai dari awal mula kebutuhan manusia pada arsitektur, kritik arsitektur modern dengan segala monotonnya, hingga proyeksi arsitektur di masa depan.
Dalam judul Arsitektur Yang Lain, Avianti menyinggung pandangan lain dalam memaknai karya arsitektur. Tertulis di dalamnya, menurut Hassan Fathy lulusan Universitas Kairo, arsitektur berkelanjutan ialah yang mengangkat harga diri dan martabat manusia. Sebagaimana dikutip dalam judul tersebut halaman 126, “Makna. Lewat proyek ini, Fathy mengingatkan bahwa makna arsitektur yang sesungguhnya adalah untuk manusia.” Memang arsitektur ini tak begitu diminati arsitek-arsitek praktek dan tak ada di majalah-majalah desain populer. Tetapi inilah yang sesungguhnya dibutuhkan manusia sebagai pengguna.
Arsitektur merupakan keilmuan yang menghadirkan ekspresi kolaborasi berbagai macam seni. Tak heran jika dalam menciptanya perlu keseimbangan antara logika dan imajinasi. Di dalam meramunya membutuhkan perhitungan matematis dan ketajaman selera estetika. Avianti mengajak pembaca memandang arsitektur dari berbagai kaca mata yang beragam, dari kebutuhan mendasar pada air, hingga pentingnya ruang untuk anak serta arsitektur dalam perspektif kota.
Meski berisikan esai kritik yang begitu kritis dan mendalam, buku Arsitektur Yang Lain menempati satu sudut tertentu dalam hati pembaca. Buku ini cocok diperuntukkan para pemerhati arsitektur, utamanya mahasiswa arsitektur tingkat awal. Di satu sisi, buku ini memberi penekanan motivasi mempelajari seni bangunan. Namun di sisi lain juga memberi peringatan untuk siaga dan berhati-hati dalam membaca dan menafsiri dinamika perkembangan dunia arsitektur. Buku ini membeberkan beberapa fenomena, baik dalam rangka memuji ataupun mengoreksi, kesemuanya sarat pertanyaan dalam menarik benang merahnya.
Di dalam buku ini memang tidak dipaparkan trik atau kunci menjadi arsitek yang baik. Juga tidak didefinisikan arsitektur secara spasial dari waktu dan ruang tertentu. Akan tetapi buku ini mengajak pembaca menerjemahkan arsitektur dalam berbagai konteks tertentu dengan beragam kacamata. Buku ini seakan dibukakan jendela wawasan arsitektur di belahan bumi lain dengan parameter yang beragam pula. Rupanya arsitektur memiliki keterkaitan yang kuat dengan semua aspek lain di dunia. Di antaranya agama, politik, filsafat, sejarah dan terutama budaya.
Dengan membaca buku ini, akan memperluas pandangan pembaca terhadap arsitektur. Bahwa arsitektur mampu diaplikasikan dengan analogi lain dalam problema kehidupan. Arsitektur tidak hanya berfungsi sebagai obyek rancangan, tentu tidak menutup kemungkinan bisa menjadi subyek rancang. Karena memandang dan menilai arsitektur tidak melulu dengan tolok ukur logika dan yang tersaji apa adanya saja. Melainkan menelisik lebih dalam keseluruhan elemen dan bahkan menarik mundur apa yang terjadi di balik hadirnya sebuah arsitektur.
Dalam judul Arsitektur Yang Lain, Avianti menyinggung pandangan lain dalam memaknai karya arsitektur. Tertulis di dalamnya, menurut Hassan Fathy lulusan Universitas Kairo, arsitektur berkelanjutan ialah yang mengangkat harga diri dan martabat manusia. Sebagaimana dikutip dalam judul tersebut halaman 126, “Makna. Lewat proyek ini, Fathy mengingatkan bahwa makna arsitektur yang sesungguhnya adalah untuk manusia.” Memang arsitektur ini tak begitu diminati arsitek-arsitek praktek dan tak ada di majalah-majalah desain populer. Tetapi inilah yang sesungguhnya dibutuhkan manusia sebagai pengguna.
Arsitektur merupakan keilmuan yang menghadirkan ekspresi kolaborasi berbagai macam seni. Tak heran jika dalam menciptanya perlu keseimbangan antara logika dan imajinasi. Di dalam meramunya membutuhkan perhitungan matematis dan ketajaman selera estetika. Avianti mengajak pembaca memandang arsitektur dari berbagai kaca mata yang beragam, dari kebutuhan mendasar pada air, hingga pentingnya ruang untuk anak serta arsitektur dalam perspektif kota.
Meski berisikan esai kritik yang begitu kritis dan mendalam, buku Arsitektur Yang Lain menempati satu sudut tertentu dalam hati pembaca. Buku ini cocok diperuntukkan para pemerhati arsitektur, utamanya mahasiswa arsitektur tingkat awal. Di satu sisi, buku ini memberi penekanan motivasi mempelajari seni bangunan. Namun di sisi lain juga memberi peringatan untuk siaga dan berhati-hati dalam membaca dan menafsiri dinamika perkembangan dunia arsitektur. Buku ini membeberkan beberapa fenomena, baik dalam rangka memuji ataupun mengoreksi, kesemuanya sarat pertanyaan dalam menarik benang merahnya.
Di dalam buku ini memang tidak dipaparkan trik atau kunci menjadi arsitek yang baik. Juga tidak didefinisikan arsitektur secara spasial dari waktu dan ruang tertentu. Akan tetapi buku ini mengajak pembaca menerjemahkan arsitektur dalam berbagai konteks tertentu dengan beragam kacamata. Buku ini seakan dibukakan jendela wawasan arsitektur di belahan bumi lain dengan parameter yang beragam pula. Rupanya arsitektur memiliki keterkaitan yang kuat dengan semua aspek lain di dunia. Di antaranya agama, politik, filsafat, sejarah dan terutama budaya.
Dengan membaca buku ini, akan memperluas pandangan pembaca terhadap arsitektur. Bahwa arsitektur mampu diaplikasikan dengan analogi lain dalam problema kehidupan. Arsitektur tidak hanya berfungsi sebagai obyek rancangan, tentu tidak menutup kemungkinan bisa menjadi subyek rancang. Karena memandang dan menilai arsitektur tidak melulu dengan tolok ukur logika dan yang tersaji apa adanya saja. Melainkan menelisik lebih dalam keseluruhan elemen dan bahkan menarik mundur apa yang terjadi di balik hadirnya sebuah arsitektur.
Komentar
Posting Komentar