Sendiri itu Menyenangkan
Sendiri itu menyenangkan. Atau menyedihkan? Ah, kata siapa
sendiri itu menyedihkan, buktinya aku bisa membuktikan bahwa dengan sendiri aku
mampu menjadi diriku sendiri. aku bebas menentukan apapun yang ingin kulakukan
sendiri. aku bahkan mampu menyelesaikan semua urusanku lebih cepat juga ketika
sendiri. apakah ini sebuah pembelaan? Apakah ini sebuah pengakuan? Apakah ini
sebuah pelarian? Apakah ini sebuah pelampiasan? Apapun itu yang penting
sekarang aku baik-baik saja.
Oh salah, sepertinya aku harus mengakui dulu. Bahwa aku
sedang tak baik-baik saja. Bahwa aku sedang terluka. Karena apa? Entahlah. Jika
ditanya, terluka karena apa? Sakit karena siapa? Mungkin aku tak bisa
menjawabnya secara jelas. Karena aku sedang tak ingin membahasnya. Begitu saja
sih alasannya. Tapi sepertinya aku akan terus dikejar dengan
pertanyaan-pertanyaan sanggahan. Dan aku akan semakin kehabisan jawaban untuk
mengelak.
Oke. Sekarang aku takkan mengelak lagi. Aku harus mengaku. Aku
sedang terluka. Tapi aku ingin sembuh. Aku sedang kalut. Tapi aku ingin
bahagia. Wajar dong, semua orang juga akan merasakan itu, bukan? Aku terluka
karena aku sedang patah hati. Aku mencintai seseorang, namun orangtuaku tak
merestuinya. Aku kalut karena aku sudah menyerah dengan kondisi rumah yang
semakin entah bagaimana. Inginku menyerah tapi tak tahu harus berbuat apa.
Inginku berpasrah tapi luka ini terlalu perih.
Kata orang waktu akan menyembuhkan semuanya. Baiklah, aku
akan mengamini statement itu. Aku takkan memperpanjang masalah ini lagi. Aku
akan berhenti di sini. Dan aku harus melanjutkan hidupku seperti semula. Aku
tidak boleh terlalu terlarut. Baiklah, aku akan selesai dengan semua ini.
Itupun setelah aku berhasil setelah sekuat tenaga melawan. Untuk mengakui ini
semua. Ketahuilah, bahkan untuk mengakui bahwa kau sedang terluka itu bukanlah
perkara yang mudah, teman.
Hidup harus terus berlanjut. Jangan terlalu terpuruk. Di luar
sana banyak sekali orang-orang yang jauh lebih tidak beruntung daripada aku.
Aku harus terus bersyukur. Sekarang waktunya kosentrasi penuh dalam belajar.
Semangat menuntut ilmu, mencari pengetahuan baru, kuliah. Tujuannya tiada lain
mengharap ridlo Allah dan orangtua. Kejar mimpi-mimpi dan harapan yang dulu
sempat terabaikan. Jangan terlalu mengabaikan omongan orang yang tidak penting,
apalagi yang bersifat menjatuhkan.
Masih banyak sekali yang peduli padaku. Masih banyak sekali
yang menyayangiku. Masih begitu besar kasih sayang Allah padaku. Buktinya, ini
semua. Aku masih diberi nikmat napas, hidup, sehat, bisa jalan kesana kemari.
Bisa duduk di tengah riuhnya mall terbesar di kota Surabaya ini. bisa kalap
menggondol outer semi jeans dari benhill barusan. Apa itu semua salah?
Ya Allah, maafkan aku. Jika memang yang kulakukan ini salah.
Jika memang yang kulakukan ini boros, berlebihan, menuruti hawa nafsu. Meski
memang begitulah adanya. Tapi aku ingin menyembuhkan diri sendiri Ya Allah.
Oh iya, Ya Allah, aku punya banyak sekali keinginan. Aku
ingin merealisasikan keinginan masa kecilku dulu untuk serius menghafalkan
Al-Qur’an. Aku ingin serius melanjutkan proses pembuatan buku kedua, puisi dan
fotografi ini. aku ingin fokus mengerjakan tugas akhir master. Aku ingin
menabung untuk naik haji. Ya Allah aku ingin itu semua.
Untuk sementara aku ingin berkomunikasi yang baik, pertama
dengan diri sendiri. untuk memperbaiki komunikasi yang baik kepada Mu Ya Allah.
Mengapa tahajud-ku masih saja bolong-bolong. Aku ingin selalu bertemu dengan-Mu
di sepertiga waktu terindah-Mu. Ya Allah, akhir-akhir ini aku banyak berbohong.
Bahkan kepada-Mu, kepada diriku sendiri, apalagi kepada orang lain. Aku ingin
berubah Ya Allah.
Aku ini sangatlah hina Ya Allah. Dosa-dosa besar telah
kulakukan. Akankah aku diterima di surga-Mu Ya Allah. Akankah aku dipertemukan
dengan-Mu kelak Ya Allah. Akankah aku kelak kau panggil dengan cara yang indah?
Atau menyakitkan? Ya Allah, aku takut akan kematian. Aku takut Kau jemput dalam
kondisi belum siap. Aku takut semakin lalai pada-Mu. Aku takut akan segala
akibat dari perbuatan-perbuatan buruk dari masa laluku. Tapi kenapa aku belum
juga menyesal, Tuhan! Sesalku hanya di mulut belaka. Sesalku hanya di ujung
jari belaka.
Aku terlalu takut Tuhan. Itulah aku berlatih sendiri. karena
kelak bertemu dengan-Mu aku pun sendiri. Baiklah, aku tidak takut sendiri sekarang,
karena aku lebih takut pada-Mu.
Komentar
Posting Komentar