Cinta atau Rasa Memiliki?
Mungkin aku sering mengatakan aku mencintainya. Aku akui itu
memang benar adanya. Sejak pertama kali berjumpa hingga kali ke sekian
perjumpaan, semakin bertambah dan terpupuk rasa itu. Aku tak begitu mengerti,
rasa apa sesungguhnya itu. Cintakah, sayangkah, atau hanya rasa ingin memiliki.
Dia orang yang baik, bertekad kuat dan berpendirian tegar. Mungkin
di luar sana banyak yang lebih tampan, mungkin di luar sana banyak yang lebih
kaya, tapi yang aku tahu dialah saat ini yang di depanku. Langkah demi langkah
telah kulalui, mematuhi takdir adalah kemampuanku.
Saat itu aku lupa, bahwa takdir-takdir lain telah menanti. Entah
takdir yang mampu kuterima dengan lapang dada, ataupun sebaliknya. Waktu begitu
cepat berlalu, penantian demi keputusan pun kulalui. Kemudian hari demi hari
berlalu begitu hati-hati. Namun tidak dengan dia, dia mungkin juga hati-hati,
tapi penuh dengan angan indah dan peluang tinggi.
Saat itu, 14 Desember 2017 awal bertemu dengannya, sama
sekali tak berani aku berharap apapun darinya. Aku tahu, aku hanya berhak
berharap pada Allah. Mungkin bibirku mampu berucap : Allah pasti memberikan
keputusan yang terbaik untuk hamba-Nya. Namun ternyata hati ini belum
sepenuhnya mampu menerima.
Ah, aku memang masih manusia, lalu bisa apa. Selain hanya
bisa berpasrah atas segala ketentuan-Nya. Terakhir, kukatakan padanya, mari
kita pasrahkan semua kepada Allah, jika memang rasa yang kita miliki ini cinta
atas dasar Allah SWT maka akan lebih mudah menerima takdir ini. Namun jika rasa yang kita miliki ini rasa ingin memiliki
maka akan lebih berat pemasrahannya.
Toh, kita masih terikat hubungan darah, keluarga. Yang takkan
putus dengan apapun. Maka aku akan terus menguatkan prasangka bahwa inilah
proses hidup terbaik yang harus kulalui dengan lapang dada. Meski berat namun
tetap harus dijalani dengan ikhlas. Semoga dia pun senantiasa dikuatkan oleh
Allah lahir dan batin.
Komentar
Posting Komentar