Balada Pekerja Freelance

Menjadi seorang pekerja bukanlah impian setiap orang. Namun mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan kebahagiaan yang tak bisa dipungkiri. Sejak secara resmi menyandang status sebagai seorang sarjana, rasanya pundak ini terasa lebih berat, senyum di wajah lebih sukar terukir, dan mata semakin sering gelap dan berkantung. Bukan karena tugas yang terlalu banyak dan tanggung jawab untuk segera lulus menghantui. Akan tetapi karena ketidakpastian kemana langkah kaki ini harus dibawa.

Sebetulnya masa ini telah kualami semenjak belum resmi diwisuda. Mendapat berbagai macam jenis pekerjaan lepas dari orang lain, baik itu teman, sahabat, kerabat, keluarga, kolega dekat. Atau bahkan instansi atau komunitas lain. Namun semakin terasa kuat setelah tanggal 23 September 2017. Hari dimana aku secara resmi dipanggil ke atas panggung graha Sepuluh Nopember untuk menerima ijazah dari kampus dan bersalaman dengan penuh khidmat dengan bu Dekan dan pak Rektor. Ah, sungguh momen yang tak terlupakan. Apalagi di panggung itu juga kutemukan senyum bahagia dan bangga sang Bapak.

Kembali ke Freelance. Apa sih freelance itu? Yaa, kalau dalam kamus sih Freelance itu kan artinya tenaga atau pekerja lepas. Apa artinya kita para freelancer ini hanyalah tenaga yang dilepas, atau sengaja melepaskan diri dari kedisiplinan waktu dan sistem kerja. Emmm, sebenernya sampai detik ini pun aku masih belum memahami seutuhnya bagaimana dan apakah freelance itu. Aku cuma turut mengakui bahwa aku ini adalah freelancer. Dengan seabrek kerjaan yang tanpa mengenal jam kerja dan tempat kerja, maka inilah aku, freelancer.

Banyak orang yang memandang sebelah mata pada para freelancer. Mungkin diantaranya para orang tua yang menganggap freelance itu tidak bekerja. Padahal dibanding dengan pekerja tetap, pekerja freelance juga punya kelebihan dan keuntungan loh. Di antaranya nih ya, freelancer punya waktu lebih bebas, tidak terikat jam kerja, mulai dan selesai. Freelancer juga punya kebebasan dalam berekspresi, sepertinya yang ini lebih banyak berlaku pada pekerja seni. Freelancer juga punya penghasilan yang mungkin bisa lebih banyak dari pekerja tetap. Tentunya dengan berbagai syarat yang setimpal pula.

Kebahagiaan dan kemakmuran freelancer akan didapat jika, dia rajin dan selalu semangat dalam menjalankan kerjanya yang serba ‘bebas’ itu. Freelancer juga harus mandiri dan disiplin, mengingat ia harus mengelola sendiri manajemen waktu dan keuangannya. Freelancer juga harus mampu berkomunikasi dengan baik pada semua orang, khususnya pada para kliennya. Dan lebih pentingnya lagi dia harus jago ‘komunikasi’ dengan dirinya sendiri. Pengelolaan tenaga, waktu dan mood itu yang paling penting.

Terutama pada usia-usia muda seperti aku saat ini, seorang freelance dituntut oleh dirinya sendiri dan dunia (eets, berat banget cuy) untuk sanggup membagi waktu seoptimal mungkin, antara diri sendiri, pekerjaan, klien, dengan keluarga dan sahabat. Usia-usia dewasa awal ini, atau lebih tepatnya antara 25-30 ini adalah masa dimana jati diri sedang masih dimatangkan. Aktualisasi diri entah mengapa menjadi begitu penting, sehingga akan sangat mungkin terjadi gesekan-gesekan kecil dengan lingkungan sekitar.

Di dalam dunia ini, di dalam kehidupan, tidak ada orang yang lepas dari masalah. Tinggal bagaimana masing-masing dari pribadi kita menghadapi masalah tersebut, menyikapinya dengan dewasa dan menjadikannya pelajaran berharga. Jangankan dalam satu utuh kehidupan, dalam sehari saja, kita pasti akan dihadapkan dengan masalah, entah diri sendiri atau orang lain di sekitar. Entah satu atau banyak, dari situlah seorang freelance dengan ke’tidakterikat’annya dituntut untuk mampu memanaj semuanya dengan baik dan sempurna.

Mudah? Tentu tidak. Hanya orang yang tidak normal yang menganggap ini mudah. Akan ada sebuah masa transisi, dimana hidup yang tadinya begitu teratur dengan jadwal kuliah setiap harinya, setiap minggunya, akan menjadi sangat kacau karena tidak ada target nyata dalam jangka panjangnya. Solusinya adalah dari semua pekerjaan yang datang secara ‘bebas’ buatlah urutan prioritas dan jadwal deadline untuk masing-masing pekerjaan. Sehingga kita akan tahu mana yang harus diselesaikan lebih dulu atau mana yang lebih penting.

Meskipun kalimat-kalimat di atas baru saja juga merupakan retorika bagi saya sendiri, saya hanya ingin membagikan pada kalian semua, bahwa tidak selalu freelance itu buruk atau tidak jelas. Jadikanlah kekuatan bahwa seorang freelance adalah seorang multitasking personal, dan peganglah itu sebagai kebanggaan. Sekali lagi perlu kutekankan, waktu adalah momok utama bagi seorang freelance. Putuskan kita yang menggenggam, mengarahkan waktu kita. Atau kita yang lemah tergilas waktu dan berakhir sia-sia.


Jadikan freelance kita sebagai pengalaman yang berharga! Tetap bekerja, bebas, dan berpenghasilan banyak! J

Komentar

Postingan Populer