Biarkan Puisi Menjahit Waktu


Menjenguk Mantan, dari judul ini sebagian besar pembaca dari golongan anak muda mungkin akan menyimpulkan istilah mantan pada hal-hal berbau roman, kisah cinta, atau juga status hubungan antara sepasang kekasih. Namun, betapa disayangkan jika itu terjadi, betapa mantan telah mengalami penyempitan makna secara drastis, sedangkan jika ditilik dari arti kata mantan sendiri, begitu luas ranah dan aspeknya.

Baiklah, lepas dari mantan, isi dari buku Menjenguk Mantan ini sejatinya begitu luas. Sebagaimana buku kumpulan puisi pada umumnya, ada beberapa yang oleh sang penyair sengaja dibatasi dengan tema dan topik khusus, ada pula yang dilepas bebas pada pembaca, namun lain halnya dengan Menjenguk Mantan. Di dalam buku dengan tebal 170 halaman ini pembaca akan bertemu dengan banyak mantan dengan berbagai macam situasi, kondisi dalam waktu dan penyebab yang berbeda-beda pula. Pembaca mungkin tidak sadar akan pembagian pada beberapa topik yang telah dirapikan penyair.

Zayyin Achmad, sang penyair dengan lihai memadupadankan diksi dan majas seindah mungkin justru terkadang dilakukannya di bawah alam sadar. Meski demikian, 130 puisi yang terhimpun dalam buku cetakan pertama ini telah mengalami pengendapan dengan kadar yang berbeda-beda, bagi saya sendiri, tidak ada puisi yang bagus dengan sendirinya. Namun puisi yang tertinggal mengendap di hati pembaca, itulah puisi yang hebat, dan hal ini belum tentu disepakati oleh sang penyair.

Sebut saja salah satu puisi yang isinya hanya terdapat satu kata. Siapa bilang itu hanya tercetus dalam waktu lima detik. Bisa jadi justru puisi tersebut membutuhkan pengendapan paling lama. Dalam penyusunan puisi-puisi di dalam Menjenguk Mantan ini, sang penyair telah melibatkan otak dan juga hati. Terkadang otak untuk mencari diksi, hati untuk mencocokkan isi, atau otak menemukan isi, dan hati yang menambahkan sepi. Karena dalam sebagian besar puisi di sini, lebih sering digunakan sebagai perwajahan sepi, bisa ditengok pada judul 'Pelukan Senja' dan 'Batas', itupun jika pembaca lain sepakat.

Ada beberapa puisi yang jika kita hanya membaca dari judulnya akan terasa sama, tapi justru isinya sangat berjauhan. Sebut saja 'Reuni Sekolah' dan 'Menjenguk Mantan Sekolah', jangan cepat-cepat menyamakannya, sebelum membaca dengan seksama satu per satu baris isinya. Bukan berarti sang penyair membatasi diksi yang digunakan, namun dalam sudut pandang tertentu, kita memang perlu dihadapkan beberapa situasi untuk menerjemahkan satu kata dengan berbagai kemungkinan seluas mungkin.

Begitu pula dengan puisi 'Hijab Biru' dan 'Bunga Tunjung Hijab Biru'. Di dua puisi ini akan pembaca temukan dua hijab biru yang sangat berlainan, bukankah itu hak sang penyair?
Oleh karena itu, jangan terburu-buru dalam membaca sebuah puisi. Sebagaimana telah tertera dalam Prolog di Menjenguk Mantan, "karena jarang orang bisa menyebutkan perkara
yang bisa dinikmati dengan terburu-buru"

Akhir kata, puisi dengan penafsiran penyair sedemikian rupa, pada akhirnya akan berpulang ke benak pembaca dengan merdeka.

Ihdina Sabili
Sahabat penulis Menjenguk Mantan
24022017

Komentar

Postingan Populer