Kembali me-Resensi
Sudah lama nggak bikin
resensi, sekalinya sekarang niat bikin, bukunya tebel banget. Sepertinya buku
paling tebal yang kuselesaikan membacanya. Lebih tepatnya semenjak statusku
sebagai mahasiswa. Maklum, waktunya lebih banyak buat main dan jalan-jalan, nggak
betah di rumah sih, ups, hehehe.
Buku ini karya seorang
perempuan, cantik, penuh talenta, pemikirannya dahsyat dan menyihir ribuan
pembacanya dengan karya-karya yang fenomenal. Tiada lain adalah Dewi Lestari.
Buku ini adalah novel terakhir dari sekuel dia Supernova, sampulnya berwarna
putih, dan isinya 710 halaman. Kalau orang kurang suka membaca atau tidak kenal
mbak Dee, mungkin baru ngelirik aja sudah ogah. Tapi rupanya penggemar mbak Dee
jauh lebih banyak dan lebih menantikan lahirnya ‘anak terakhir’ dari Serial
Supernova ini. bagaimana tidak, sudah sejak tahun 2002 mbak Dee sudah
mengumumkan ke khalayak umum, juga penggemarnya, bahwa ujung dari Supernova ini
berjudul INTELIGENSI EMBUN PAGI.
Masih dalam kurun satu
bulan, buku ini sudah tembus angka cetakan kedua, bukankah ini sangat fantastis
untuk ukuran novel dengan tebal 4 cm ini. Demi ‘putri cantik’nya ini mbak Dee
rela menolak semua undangan dan acara pada beliau dan memberikan waktu tenaga
dan pikiran secara total menyeluruh untuk IEP. Dalam waktu satu tahun bukan
tidak mungkin bagi penulis yang selalu memasang target dan batas waktu pada
semua proses karyanya. Peta pikiran Supernova yang telah dipersiapkan sejak
lebih dari sepuluh tahun yang lalu berhasil tertuang sempurna oleh Ibu dua anak
ini hingga akhir.
Jika kalian mengenal
genre Sains Fiksi, mbak Dee inilah salah satu tokohnya. Di dalam IEP, tentunya
di dalam keseluruhan Supernova istri dari Reza Gunawan ini meramu sebuah kisah
tentang beberapa manusia dengan ketegangan ilmiah dan tak lupa romantika, yang
kesemuanya telah dipikirkan dan dirancang begitu mendetail. Jika orang belum
mengenal mbak Dee sebelumnya, mungkin akan muncul dugaan-dugaan bahwa dia
adalah seorang fisikawan, atau matematikawan, atau ilmuwan eksak lainnya. Karena
di dalam karya masterpiece ini, jelas mbak Dee telah melakukan berbagai riset,
berbagai perhitungan yang kompleks dan mendetail, khususnya dalam ilmu-ilmu
pasti tersebut.
Jujur, membuat resensi
ini bagiku adalah uji nyali. Boro-boro mau nulis resensi, proses membaca
novelnya saja menghabiskan waktu lebih dari satu bulan (lebih karena disela
aktifitas dan bacaan lainnya). Ada beberapa alasan yang sengaja aku buat kenapa
bacanya lama sekali, pertama karena rentang waktuku membaca ini dengan
Gelombang—sekuel sebelumnya—cukup lama, kedua di lemari banyak sekali buku-buku
lain yang sudah berteriak mengantre minta dibaca, ketiga kesibukanku
akhir-akhir ini masih sangat padat (yang ini murni nambahin alasan aja).
Oke, aku akan coba masuk
ke ceritanya sebentar, iya sebentar saja, jangan lama-lama, nanti kalian
pusing, aku aja pusing baca berminggu-minggu nggak kunjung selesai. Jadi, di
dalam kisah ini ada 6 tokoh yang diutamakan, dan satu dari mereka yang menjadi
utamanya utama, yaitu Alfa. Sedangkan lima tokoh lainnya yang juga utama adalah
Bodhi, Gio, Zarah, Elektra, dan Toni. Novel ini menceritakan tentang sebuah
dimensi di luar dimensi manusia di galaksi bimasakti, dimana ada beberapa jenis
kelahiran kembali dari sosok manusia, apakah dia sebagai peretas, infiltran,
atau sarvara. Ada beberapa potong cerita yang mungkin belum secara matang
kupahami karena istilah-istilah yang cukup sulit dan alur yang lumayan ribet.
Tapi pada intinya 6 tokoh utama diatas adalah peretas dari satu gugus yang
sama. Adapun sarvara adalah pihak yang berperan sebagai tokoh antagonis, di
sini dia selalu berambisi untuk menguasai hidup peretas, dan kemudian
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki mereka. Dari enam orang di atas, kesemuanya
memiliki kekuatan yang berbeda-beda dengan bekal batu kecil yang melambangkan
masing-masing simbol dirinya. Alfa adalah gelombang, Elektra adalah petir, Gio
adalah partikel, Bodhi adalah akar, dan Toni yang berasal dari gugus lain
bernama Foniks yang pada akhirnya dialah yang harus melanjutkan perjuangan Alfa
menjaga stabilitas gugusnya sepeninggal Alfa yang ‘meninggal’ demi berkorban
supaya kandi mereka tidak rusak.
Pokoknya gitu deh
ringkasan singkatnya, mbak Dee maaf yaa kalo aku salah ngerangkumnya, pokoknya
ending-nya demi keberlangsungan dimensi kandi mereka—peretas dari Asko—lima
peretas yang tersisa ini harus menjauh dari kehidupan mereka yang sekarang.
Toni dan Elektra harus pergi dari Elektra Pop, Gio harus pergi dari mama
papanya, Zarah harus meninggalkan adik dan ibunya, begitu juga dengan Bodhi, yang
sudah sejak dulu memang lebih banyak hidup bersama infiltran, semua dari mereka
pun harus memulai hidup baru di tempat asing dengan identitas baru.
Akulah awal dan engkaulah akhir
Meniadakan kita berdua
Adalah satu-satunya cara kita bersama
(Halaman sebelum 1)
Begitulah mbak Dee meramu
kisah Supernova ini begitu kompleks, dengan imajinasi yang begitu tinggi dan
renik, bumbu romantika yang takkan tertinggal, dan menyisipkan beberapa
filosofi hidup membuat Inteligensi Embun Pagi begitu apik. Butuh perenungan
dalam dan konsentrasi penuh ketika membaca potongan demi potongan kepingnya.
Adegan demi adegan dan konflik yang dibentuk benar-benar mengaduk emosi dan
juga otak pembaca. Belum lagi keterkaitan antar tokoh yang begitu banyak dengan
serial-serial Supernova lainnya mengharuskan pembaca begitu teliti dan hafal
karakter tokohnya. Membaca Inteligensi Embun Pagi membuat kita berlayar di
dunia fantasi yang nyata logika dan ilmiahnya. Petjah!
Komentar
Posting Komentar