Jika Tiba Waktuku_8 Hari Menuju Kematian_dnamora giveaway



Tidak ada yang terbayang pada pikiran orang tentang kematian selain takut. Ketika takut datang, maka ada beberapa pilihan solusi mengatasinya. Sebut saja jika muncul ketakutan pada sesuatu, ada beberapa orang yang akan berlari menjauh, ada juga yang akan mempersiapkan segala perlengkapan dan kebutuhan sehingga dapat menghadapi sesuatu tersebut dengan perasaan yang sudah tidak takut lagi, begitulah harapannya. 

Kematian dan waktu adalah dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Ketika berbicara tentang kematian atas diri manusia, maka tidak ada lagi yang bisa disandingkan selain waktu. Semua tentang kematian, hanya tinggal berbicara waktu. Karena semua makhluk hidup akan dijemput kematian jika telah tiba waktunya. Dan mengenai waktu, itulah rahasia Tuhan.

Manusia dengan jenis apapun, terlahir dimanapun, memeluk agama apapun, tidak ada yang tahu dengan pasti kapan kematian datang pada dirinya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita sebagai manusia selalu menempatkan diri dalam keadaan siap dijemput ajal. Selain untuk menyikapi ketakutan dengan paling bijak, juga untuk meyakinkan diri jika sewaktu – waktu kematian datang, tentunya, karena tidak ada pertanda pasti pada datangnya malaikat maut.

Seandainya aku dihadapkan pada sebuah situasi, dimana kematian akan datang pada waktu dekat, lebih tepatnya 8 hari lagi. Satu minggu lebih sehari dari waktu dimana aku menyelesaikan tulisan ini. Baiklah, akan kubayangkan jika dalam situasi itu aku akan berbuat apa, kemana saja, menemui siapa saja. Ini tentu memiliki berbagai macam pertimbangan penting, pertama dengan kondisi keluarga, perjalanan pendidikan, dan hubungan sosialku dengan lingkungan sekitar. 

Hari pertama, aku akan mengunjungi semua guru – guruku, sayangnya masa Taman Kanak – kanak kuhabiskan di Benua lain, jadi tidak memungkinkan untuk mengunjungi guru – guru disana, maka langsung bisa dimulai dari guru – guruku Sekolah Dasar, karena aku mengenyam pendidikan tingkat pertama ini di daerah Surabaya. Kutemui satu per satu guru wali kelas dari kelas dua sampai enam, yakni Bu Jazilah, Bu Marsiyah, Pak Zainal, Bu Muthoharoh dan Pak Ahmad Rosyid. Juga pada guru – guru yang telah dipanggil lebih dulu oleh Allah, aku akan berziarah ke makamnya dan memohon ridlo Allah atas mereka almarhum – almarhumah semua. Kuharuskan tuntas dalam waktu sehari. Jika malam telah tiba aku kembali ke depan laptop atau ke depan kertas kosong dan pena kesayanganku.

Aku harus meninggalkan jejak baik dalam hidupku. Selain hal – hal yang membutuhkan interaksi langsung dengan sesama manusia, juga berupaya meninggalkan sesuatu yang bermanfaat meski kecil dan sederhana, dengan segenap kemampuan terbatasku. Maka tulisanlah solusinya. Aku akan menulis setiap hari dalam delapan hari waktu yang tersisa dalam hidupku. Sehingga kelak jika nyawaku telah melayang, tulisanku mampu dibaca oleh orang – orang terdekat juga siapapun dengan harapan mampu membawa perubahan pada diri mereka secara khusus atau pada peradaban dunia pada umumnya. Semua kulakukan murni dengan mengharap ridlo Allah, toh tak ada gunanya mengharap nama yang besar, sebentar lagi juga jasadku akan berkalang tanah.

Keesokan harinya, tepatnya hari kedua, aku akan ke Lamongan, tepatnya bersilaturahmi ke Kyai dan guru – guruku SMA, aku akan menunggu sampai bertemu dengan semua kyai, keluarga beliau, dan juga semua guru – guru, baik di pondok maupun di sekolah. Jika hari belum sore dan guru dan kyaiku sudah tuntas maka kutambahkan pada sahabat – sahabat yang berdomisili di lamongan. Kukunjungi mereka satu per satu, dan kuhabiskan malam dengan bermalam di pondok Siman, pondok di salah satu kecamatan di Lamongan. Kujalani semua rutinitas wajib selama di pondok dulu.

Hari ketiga kulanjutkan perjalananku ke Tuban, disana aku menimba ilmu sehingga kutemukan jati diriku yang sebenarnya. Kudapatkan arti hakikat hidup dan kesungguhan berjuang dalam mencari ilmu dan berbakti juga disana, yakni di Pondok Langitan. Aku akan sowan pada semua Kyai dan Nyai yang ada disana, kumohonkan segala ampunan atas perbuatanku selama ini yang mungkin kurang berkenan di hati beliau – beliau. Juga kuhabiskan malam dengan rutinitas wajib sebagaimana aku menimba ilmu tiga tahun dulu disana. Tak peduli bagaimana komentar para santri yang ada disana, asalkan kudapatkan ridlo Allah dan ridlo guru, aku takkan beringsut dari apa yang kulakukan.

Selanjutnya kulangkahkan kaki menuju kampung halaman tercinta. Pada hari keempat ini pertama – tama aku akan berziarah ke pusara Ibuk, mengirim hidangan lezat pada beliau, kemudian kepada makam Kakek dan Nenek juga semua keluarga yang lebih dulu dipanggil Allah. Sisa dari hari ini kuhabiskan berkeliling ke seluruh kerabat dan keluarga besar di Jombang, kuharapkan semua keikhlasan mereka semua atas hidupku. Juga beberapa teman dan sahabat yang berdomisili di Jombang, dan semua ini akan kulakukan sendiri, karena aku tak ingin merepotkan orang lain.

Hari kelima aku kembali ke Lamongan, mengunjungi Nenek dari Bapak, bersilaturahmi, memohon maaf dan memohon ridlonya atas seluruh hidupku, kemudian aku berziarah ke makam Kakek dan Nenek juga kerabat, keluarga besar yang ada di Lamongan dan sekitarnya. Keesokan harinya yakni hari keenam, aku akan kembali ke Surabaya, kutemui semua dosen – dosen dan teman – teman kampusku, kumohon maaf dan keikhlasan atas semua salahku, juga memohon ridlo atas diriku. Semua ini kulakukan demi membersihkan diri dari hak adami (hak terhadap manusia) yang harus kuselesaikan.

Waktu tersisa dua hari, hari ketujuh kuhabiskan waktu di rumah dan sekitarnya, kukunjungi semua tetangga dan teman – teman di sekitar rumah, seperti sebelumnya, aku akan memohon maaf atas semua khilaf dan memohon ridlo dari mereka semua atas hidupku, sore harinya aku akan bersimpuh di hadapan Bapak dan Ibu untuk memohon maaf atas semua perbuatanku yang selama ini mungkin tidak berkenan pada beliau berdua, juga memohon ridlo atas diriku, dengan harapan kelancaran atas keluarnya ruh dari jasadku lusa.

Hari terakhir, aku akan pergi ke Jombang, sejak Ibuk meninggal, aku punya keinginan untuk meninggal di Jombang, tempat dimana aku lahir. Selama perjalanan, sehingga seharian penuh, kuhabiskan waktuku untuk membaca Al-Qur’an dari awal juz 1 hingga selesai juz 30 seorang diri. Aku yakin hari ini adalah hari yang paling menegangkan buatku, bayang – bayang kematian semakin jelas di depan mata, maka satu – satunya yang mampu menenangkan adalah membaca Al-Qur’an dengan memahami maknanya. Hingga hari terakhirku ini berakhir, bacaan Al-Qur’an-ku harus tuntas dan selesai dengan baik. Dan ketika waktunya akan segera tiba, kuminta ketiga adikku berkumpul, kukatakan pada mereka, bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, jangan kalian tangisi kepergianku, karena ini adalah keniscayaan, lanjutkan perjuangan hidup kalian, dan jangan lupa doakan aku selalu.

Tulisan ini diikutkan dalam dnamora Giveaway
http://dnamora.com/2016/03/dnamora-giveaway-8-hari-menuju-kematian/

Komentar

  1. Mbaa.. maaff judulnya salah diatas :) bkn dmanora tp dnamora :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oiya mbak, segera saya edit, mohon maaf sebelumnya. Terima kasih sudah diingatkan :)

      Hapus
  2. neng..
    maturnuwun tulisannya..

    BalasHapus
  3. sukses utk GA nya ya mbak.
    smoga kita semua bisa menghadap kepada-Nya dalam keadaan khusnul Khatimah, Amin ^_^

    BalasHapus
  4. Sungguh rasanya pasti sangat sangat menyedihkan apabila kita harus berada diposisi itu mbak rasa sedih pasti datang karena sebentar lagi dia akan meninggal dunia ini yang sebenarnya ingin lebih lama lagi untuk tingga di dunia ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, maka dari itu jangan biarkan kesedihan itu memperpuruk keadaan kita...

      Hapus
  5. Terimakasih tulisannya Mba, Melimpah berkah segala urusannya,, aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer