Tangisku untuk Bumi Sejuta Wali
Tiga tahun yang lalu masih teringat jelas harapan-harapan
indah itu, mimpi besar dan cita-cita mulia. Siapa yang tak ingin menuntut ilmu
ke negeri para wali, muara ilmu ilahi, tempat dimana para kekasih Allah
dilahirkan, bumi dimana tanahnya makmur akan ilmu dan barokah Nabi dan Wali.
Membayangkan akan menuntut ilmu disana, berdomisili disana, hidup disana, dan
beraktifitas harian disana. Betapa indahnya terasa di depan mata. Rangkaian
persyaratan, ujian dan kelengkapan sudah kutempuh hingga tibalah detik-detik
penantian, harapan panjang, dan segala doa indah terpanjatkan.
Sebulan berlalu sejak pelaksanaan ujian dan pada halaman
website resmi milik Al-Ahghaff itu tertulis dengan jelas namaku pada pagi hari
lepas sholat dluha senin itu kudapatkan berita menyenangkan itu. Kami
sekeluarga tak henti bersyukur dan bersujud syukur atas anugerah ini. Namun
sayangnya takdir berkata lain, hari demi hari berlalu, lalu semua menjadi
semakin membuat bingung, antara ada beberapa pilihan lain, dan pertimbangan
lain dari pihak keluarga besar, serta restu dari ketiga adikku yang tak mungkin
kutinggal jauh dalam kondisi belum lama ditinggal Ibuk untuk selamanya.
Sampailah aku pada titik puncak kebingungan dan kegamangan,
kemudian semuanya kupasrahkan pada Allah, kumohonkan segala yang terbaik untuk
jalan hidupku. Dan keputusan itu sudah bulat. Dengan sangat berat hati
kuurungkan niat untuk terbang menuju negeri seribu wali itu. Kukubur
dalam-dalam impian membawa sambel pecel dan kering tempe titipan
sahabat-sahabat yang sudah lebih dulu menimba ilmu disana. Semuanya kuikhlaskan
demi kemaslahatan bersama.
Hari ini pada tahun 2015, kudengar berita dari seantero
jagat. Terjadi sebuah ledakan dan lainnya di bumi indah impianku dulu itu.
Tepat di asrama mahasiswanya, hingga melumpuhkan seluruh kegiatan belajar
mengajar, dan memburamkan wajah negeri mulia itu. Betapa terkejutnya aku. Aku
yang sampai detik ini jujur masih belum bisa move on dengan apapun yang
berkaitan dengan negeri itu dan semua yang ada di dalamnya. Aku yang masih selalu
menanyakan kabar negeri tercinta itu pada teman, sahabat, kolega yang
berkesempatan bertandang kesana atau bahkan masih disana. Dan aku yang masih
sangat ingin kesana untuk menuntut ilmu Allah.
Belum habis kesedihan ini sudah disusul berita menggemparkan
selanjutnya. Kaum pemberontak yang melakukan serangan itu rupanya merasa tidak
cukup dengan menghabisi pusat pembelajaran saja, akan tetapi juga menyerang
gedung KBRI Indonesia yang ada disana. Entah sampai saat ini aku belum mengerti
apa yang menjadi motif mereka melakukan ini semua. Tapi apapun alasan mereka,
aku takkan menerima ini, mungkin aku tak bisa melawannya dengan tangan kakiku,
karena demikian keterbatasanku. Akan tetapi mulutku takkan henti merapal doa
untuk keselamatan para auliya’ ulama, dan penuntut ilmu di bumi mulia itu,
serta hatiku takkan lepas dari menyebut mereka semua agar senantiasa dalam
rengkuhan kasih sayang Allah.
Jika raga ini ternyata memang belum diizinkan menapakkan kaki
disana, menikmati indahnya menuntut ilmu dan hidup bermasyarakat disana, tapi
jiwa ini senantiasa terikat dengan negeri Yaman dengan segala yang ada di
dalamnya. Mimpiku kini, jika tiba masanya aku mampu menunaikan ibadah rukun
islam yang kelima, maka sungguh merugi jika tak kutapakkan juga kaki ringkih ini
di bumi yang dari harum tanahnya lahir para ahli ilmu dan cendekiawan islam
itu. Istajib du’aii Yaa Robb.
Komentar
Posting Komentar