Malaikat yang menjelma manusia
“Orang tua ialah orang
yang menurunkanmu ke tanah, dan Guru ialah orang yang mengangkatmu ke langit”
Ngendiko Kyai Anwar Manshur pada penutupan pondok ramadhan 1435 di Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadiaat kemarin selalu terngiang di kedua telingaku, menggetarkan
hatiku.
Ibuk Qurrotul Ishaqiyah
juga ngendiko, “Tak ada alasan bagi seorang guru untuk tak meridloi muridnya
jika ia telah sowan (menghadap ; bertatap muka langsung) pada beliau”
Guru, mendengar namanya
saja sekujur tubuh terasa luruh, terlebih jika badan ini telah bersua langsung
dengan beliau, dalam radius 50 meter saja aura beliau begitu hangat memeluk
diri ini, mendeskripsikan sosok beliau, kepribadian beliau, sifat dan sikap
tentunya sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang murid, kemuliaan beliau
mengantar kita sebagai murid untuk tunduk menghormati beliau.
Sayyidina Ali berkata
sebagai kalam hikmah yang artinya, “Aku adalah hamba bagi orang yang telah
mengajariku satu huruf”
Ingatkah kita kepada
semua guru-guru kita? Guru Taman Kanak-kanak kita? Sekolah Dasar? Sekolah
Menengah dan seterusnya? Belum lagi para guru yang tak punya label resmi
bernama guru dari sebuah instansi resmi, yakinkah nama mereka semua telah
tercantum di doa siang malam kita? Atau telah lenyap semua padahal milyaran
ilmunya mampu membuat kita sampai pada titik setinggi ini.
Bagaimana dengan
orangtua? Dengan Ibu dan Ayah? Bukankah tanpa mereka kita takkan ada di dunia
ini? Oh tentu, mereka orang pertama yang kita hormati sepanjang nafas ini. Tapi
sadarkah kita kalau mereka juga GURU kita. Masih ingatkah siapa yang setia
menuntunmu berjalan, makan, minum, berlari? Siapakah yang tanpa lelah memberimu
contoh yang baik dalam kehidupan? Siapakah yang dengan sabar menungguimu saat
kau masih tak mampu apa-apa selain menangis dan menendang-nendang? Siapakah
yang sering terlihat tak waras karena mengajakmu berbicara dan kau hanya
menjawabnya dengan teriakan dan tangisan?
Untuk kalian yang memberi
label guru pada beliau-beliau yang bersafari di sekolah-sekolah saja, yang berdiri
di depan kelas sembari membawa tumpukan buku, atau yang terlihat galak dengan
tongkat pukul di tangannya siap menghardik murid yang nakal itu saja, maka
cepat-cepatlah buang pemikiran seperti itu. lebarkanlah akal kalian dalam
berpikir, ketahuilah bahkan kakek moyang kita, putra Nabi Adam as (Qabil)
ketika kebingungan bagaimana cara mengubur jenazah adiknya (Habil) yang
dibunuhnya sendiri pun mendapat pelajaran dari seekor burung gagak hitam dalam
tata cara menguburkan jenazah yang benar. Alam semesta pun dapat menjadi guru
untuk kehidupan kita.
Masih ingat dengan lagu pahlawan
tanpa tanda jasa? Untuk menuturkan sebesar apa jasa beliau takkan mampu untuk
kita sebagai murid, mampukah kita bayangkan? Bagaimana hidup kita tanpa seorang
guru satupun, mati, maka jiwa kita akan mati, tak berguna apa-apa, tak
berfungsi apapun, dan tak membuahkan hasil apapun.
Oleh karena itu, kini
kembalikanlah ingatanmu pada semua guru-gurumu, semua orang yang turut andil
dalam memperbaiki jiwamu, semua orang yang jasanya takkan mampu terbalas apapun
di dunia ini, semua orang yang tanpa mereka kamu hanyalah tengkorak berjalan.
Pernahkah kita rasakan
rindu yang hebat? Sebuah perasaan ingin bertemu dengan intensitas yang sangat
tinggi, beruntunglah bagi kalian yang merasakan hal ini pada guru kalian, maka perasaan
ini begitu mulia dan tentunya membahagiakan perasaan beliau juga. Jika seorang
murid merasakan cinta dan rindu pada gurunya, maka besar harapan untuk sang
guru merasakan hal yang sama. Karena naluri seorang guru begitu kuat terjaga
erat melalui ilmu-ilmu yang telah diturunkan pada sang murid.
Seorang murid yang begitu
nakal dan mungkin sedikit susah untuk diarahkan akan menjadi perhatian lebih
oleh sang guru, hal ini menjadikan ikatan batin mereka semakin kuat. Lebih baik
murid nakal tapi masih ingat akan gurunya ketimbang murid yang sangat pintar
tetapi melupakan gurunya berikut jasa-jasa tak terbalasnya. Dapat dipastikan
ilmunya akan sia-sia alias tidak barokah.
Oleh karena itu, dalam
seumur hidupmu, sempatkanlah barang beberapa kali dalam satu masa, kau kunjungi
guru-gurumu, kabarkanlah hal-hal baik yang telah kau peroleh, dan perhatikanlah
bagaimana keadaan beliau, karena bagaimanapun dirimu sekarang ini, sedikit
banyak beliau turut menorehkan andil di dalamnya.
Catatan ini saya buat
dalam puncak kerinduan saya pada semua guru saya, sejak saya tercipta, hingga
saya sampai pada detik ini, selain takdir Allah SWT, perjuangan dan pengorbanan
guru adalah poin utama kesuksesan hidup saya.
Terimakasih Guru. Tanpamu
aku takkan jadi seperti ini. Tanpamu apalah daya diri ini.
Komentar
Posting Komentar