Hidup Adalah Pilihan



Di sepanjang jalan, terdengar dengung teriakan beberapa orang dalam riuh penghitungan, ada beberapa dari mereka duduk mematung sembari menyaksikan dengan seksama rentetan pesta yang terselenggara di tiap daerahnya, tanpa mengetahui dengan pasti untuk apa mereka lakukan itu dan harapan apa yang dicari dari keseluruhan tahap itu, bahkan parahnya beberapa dari mereka tak peduli dan cenderunng apatis terhadap acara dan agenda yang dilaksanakan di sekitarnya.
Mirisnya negeri ini, untuk menentukan wakil rakyat saja harus ada yang berkorban, harus ada yang menghimpun hitung, harus ada yang merajut topeng. Untuk mensejahterakan bangsa saja harus ada yang menahan perut melilit kelaparan, harus ada yang mengais tumpukan sampah yang menggunung, dan harus ada yang terseok-seok menahan perih di lorong akses UGD.
Mereka berlomba memasang muka, menebar janji, memenuhi dinding jalan dengan spanduk lebar. Mereka bekerja sama di balik bilik, di dalam kamar gelap, dan di lorong sepi. Mereka rela menutup buta mata mereka demi gelimang harta dan jabatan yang menggiurkan di ujung asa. Mereka memilin mimpi tinggi ke angkasa tanpa peduli sekelilingnya.
Rakyat jelata banyak yang menderita tapi mereka buang muka, masyarakat menjerit meminta belas kasihan hanya dilirik sekedip mata, namun pasukan berdasi itu sekali menoleh segera seluruh harta direlakannya. Rupanya mereka mulai buta memandang pelangi, mereka mulai acuh tak acuh menggaris birunya angkasa, yang ada dibalik kepalanya hanya kursi hangat dan tunai rekening berdigit melimpah.
Lalu pada mereka yang menengadahkan kedua tangan ke depan para penguasa, pada mereka yang merangkak mengemis di perempatan lampu merah, dan pada mereka yang beratap kardus, bertikar tanah dan berdinding alam, apakah mereka yang diatas sana mempedulikannya, apakah ada mereka picingkan mata untuk sekedar menengok isi kudapannya, dan apakah mereka sediakan sekian waktu untuk menanyakan kabarnya.
Dalam benak mereka, kursi itu hangat dan sangat memuaskan segala keinginannya, dalam bayangan mereka, ruangan ber-AC suhu rendah itu melenakan dirinya dari segala jerit ronta rakyat jelata, dan dalam pikiran mereka rumah mewah mobil berjajar dan harta melimpah mampu memuaskan isi perutnya. Dibalik itu semua akankah mereka ingat akan tanggung jawab jutaan tubuh ringkih di jalanan yang menanti ulur tangan mereka, akankah mereka menengok sekejap kedip-kedip kelaparan yang bersinar dari air muka manusia kolong jembatan.
Hidup adalah ketentuan dan kebahagiaan adalah pilihan, semua berhak memilih, untuk bahagia, untuk hidup sejahtera, untuk memenuhi segala kebutuhannya. Begitu juga mereka yang berhak memilih untuk memimpin, untuk menanggung kebahagiaan umat, untuk melukis senyum pada wajah-wajah anak bangsa, dan untuk mensejahterakan masyarakat.
Di pagi cerah itu berbondong-bondong keluarga, dari konglomerat hingga yang paling melarat, dari yang berpelayan sepuluh hingga yang tiap hari bermandikan peluh, dari yang bergelang rantaian emas permata hingga yang berkalung nestapa menahan dahaga, dari yang berjas elegan dan mewah hingga yang bersahabat karib dengan jerit lelah. Mereka semua pergi menuju tempat yang sama di daerahnya, untuk menjatuhkan pilihan dalam sejarah hidupnya, untuk menentukan bagaimanan nasibnya untuk lima tahun ke depan, dan untuk menjemput kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

Komentar

Postingan Populer