Cuplikan cerpen tantangan dari bunda Wina Bojonegoro

"ma, aku mau beli kue itu, yang warna ijo ya ma", Syifa merengek ke mamanya ingin menikmati jajaran jajan pasar di salah satu lapak di sudut pasar wonokromo.

"yang mana sayang?" tanya mama sambil menggandeng lengan putri semata wayangnya.

Sejurus kemudian Syifa memandang sekeliling pasar dan seketika berteriak lagi pada sang mama,

"eh, nggak jadi ma, syifa mau balon aja, itu lho yang pink bagus deh ma,"

"syifa sayang, sebenernya mau jajan ijo apa balon pink sih sayang?" mama Syifa mulai merasa bingung dengan reaksi pergantian keinginan kilat putrinya yang baru berusia empat tahun tersebut.

"nggak mau jajan ma, syifa mau balon aja," jawab Syifa meyakinkan sang mama yang yengah kebingungan.

            Menangkap sekilas perbincangan ibu dan anak tersebut membuatku menatap lekat-lekat dan menelusuri raut muka si penjual jajan pasar, wanita paruh baya dengan baju compang-camping itu terlihat sangat murung memandangi barang dagangannya masih utuh tak tersentuh satupun. Setelah secuil adegan Syifa dan sang mama terjadi, rupanya wajah wanita penjual jajanan pasar itu makin terlipat, namun ia tak menyadari bahwa apa yang dia lakukan semenjak fajar tadi sungguh tidak akan membuat para pengunjung pasar meliriknya. Meja lapak yang kumuh, penuh lalat, dan jorok, serta penampilannya yang acuh, tak terawat justru mengundang olok, jangankan menyempatkan untuk menghampiri, sekedar melirikpun mungkin hanya orang yang berhati mulia yang melakukannya.

            Jangankan Syifa, seorang balita yang masih lugu, ia membatalkan ketertarikannya, pada warna hijau yang terpancar dari jajanan pasar itu. Apalagi aku yang terlahir dari keluarga penjunjung tinggi kebersihan makanan, maka kubatalkan mengunjungi lapak jajanan pasar tersebut.