Rasa yang menggigit

Tak ada yang istimewa mungkin di pagi ini, saat kubuka korden jendela kamarku, kutatap sang mentari malu-malu menyembul dibalik hangatnya embun yang masih membasahi bumi.
Aku bertanya pada reranting dan rerumputan basah itu, kata mereka hari ini indah sekali, tapi aku kurang setuju dengannya, kau tau kenapa? karena pagi ini aku terusik oleh angan menggelitik tentang sekelumit rasa yang menyembul di bilik kalbuku, kusaksikan mentari mulai menghangati bumi, rembulan mungkin berpapasan dengannya disana, tapi aku tak peduli asalkan mereka tak berebut untuk tampil di muka bumi, mereka masih berdamai dengan membagi waktu yang sungguh adil bagi keduanya.
Kini tinggallah aku termenung seorang diri tentang sebuah rasa itu, mungkin jika kau tahu dan merasakan apa yang tengah kurasakan saat ini, kau akan tertawa menghina, tersenyum arif, berkaca-kaca terharu, ataukah berlinangan airmata iba? entahlah aku tak tahu, yang pasti aku akan menikmatinya pagi ini sendiri.
Rasa yang menghampiri hatiku pagi ini,
menggigit kalbu, saat kau cerita tentang dirimu dengan dirinya
mengiris hati, kau pun terang-terangan berbincang-bincang mesra dihadapanku
menyayat luka, kau bandingkan hinanya diriku dengan agungnya dirinya
merongrong jiwa, kau tinggalkan aku terbengkalai, sedangkan kau perhatikan dia mati-matian
menusuk kalbu, saat kenyataannya dia jauh lebih baik dan berharga dimatamu daripada aku
maafkan aku, mungkin aku tak pantas lakukan ini, tapi ini yang kurasakan saat kualami,
sebagai manusia biasa, aku punya hati tuk merasa perih, aku punya kalbu yang mengandung rindu, aku punya  jiwa terlingkupi rona suka juga duka, aku punya sejuta cinta tuk ungkapkan selaksa rasa yang teredam di dada, maka maafkan aku yang terlanjur menuai rasa dalam jiwa hampaku, kini aku hanya ingin kau tahu, bahwa rasaku tak lebih dari seonggok sembilu yang dilirik pun mungkin engkau enggan, tapi aku bermimpi agar kau menatapnya, meraihnya dan merengkuhnya erat.

Komentar

Postingan Populer